DASAR-DASAR
ILMU PENDIDIKAN
Tugas resume mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan dengan
dosen pengampu
Oleh:
PROGRAM STUDI PGMI
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS SAINS AL-QURAN (UNSIQ) JAWA TENGAH
DI WONOSOBO
IDENTITAS BUKU
Judul Buku : Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan
Karya : Wiji Suwarno
Penerbit : AR-RUZZ MEDIA
Jl. Anggrek 126 Sambilegi, Maguwoharjo,
Depok, Sleman, Jogjakarta 488132
Telp./Fax.: (0274) 488132
Cetakan IV, 2013
Dicetak Oleh:
AR-RUZZ MEDIA
Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Suwarno, Wiji
Dasar-Dasar
Ilmu Pendidikan/ Wiji Suwarno-Jogjakarta : Ar-
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Pengertian Pendidikan
Kata pendidikan memiliki banyak sekali
pengertian, baik itu pandangan dari para tokoh pendidikan, menurut kamus besar
bahasa Indonesia, maupun pendapat orang awam mengenai pendidikan. Walaupun
pendidikan memiliki banyak pengertian yang berbeda, pendidikan tetap terus
berjalan tanpa menunggu keberagaman arti.
Istilah pendidikan berasal dari bahasa
Yunani, Peadagogy yang artinya seorang anak yang pergi dan pulang
sekolah diantar seorang pelayan. Sedangkan Paedagogos artinya pelayan.
Pendidikan dalam bahasa Romawi adalah educate yang artinya mengeluarkan
sesuatu yang ada di dalam. Sedangkan dalam bahasa inggris, istilah pendidikan
adalah to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih
intelektual.(Noeng Muhadjir, 2000: 20-21). Menurut George F. Kneller (1967 :
63), pendidikan dalam arti luas adalah tindakan atau pengalaman memengaruhi
perkembangan jiwa, watak, maupun kemampuan fisik individu. Sedangkan dalam arti
sempit pendidikan adalah suatu proses mentransformasikan pengetahuan,
nilai-nilai, dan ketrampilan dari generasi ke generasi, yang dilakukan oleh
masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah, pendidikan
tinggi, atau lembaga pendidikan lain. Secara singkatnya Driyarkara (1945 : 145)
berpendapat bahwa pendidikan adalah pemanusiaan manusia muda. Pada dasarnya
pendidikan adalah pengembangan manusia muda ke taraf insani. Sedangkan menurut
Ki Hajar Dewantara (1977 : 20), pendidikan merupakan tuntutan bagi pertumbuhan
anak-anak. Artinya pendidikan menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada
diri anak-anak, agar mereka sebagai manusia sekaligus sebagai anggota
masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Dari ketiga pengertian di atas,
penulis berpendapat bahwa pendidikan adalah suatu usaha manusia untuk
meningkatkan derajatnya dan menumbuhkembangkan potensi baik fisik maupun mental
yang telah ada guna terciptanya citra dan nilai yang pada nantinya akan sangat
berguna dalam masyarakat.
B.
Ilmu Pendidikan Sebagai
Disiplin Ilmu
Pendidikan merupakan usaha manusia,
sedangkan ilmu adalah hasil dari proses usaha manusia itu sendiri. Menurut
Driyarkara (1980 : 66-67) Ilmu pendidikan adalah pemikiran ilmiah, yakni
pemikiran yang bersifat kritis, memiliki metode dan tersusun secara sistematis
tentang pendidikan. Sedangkan menurut Imam Barnadib (187 : 7) Ilmu pendidikan
adalah ilmu yang membicarakan masalah-masalah umum pendidikan secara manyeluruh
dan abstrak.
Dari kedua pendapat mengenai
pengertian ilmu pendidikan diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu pendidikan
adalah ilmu yang membahas fenomena-fenomena pendidikan dalam perspektif luas
dan integratif. Dalam perspektif luas, pendidikan adalah upaya memanusiakan
manusia agar manjadi manusia yang sebenarnya manusia. Dalam arti integratif,
pendidikan dikaji secara historis, sosiologis, dan filosofis. Upaya pendidikan
mencakup seluruh aktivitas pendidikan, sekaligus pemikiran sistematisnya.
1.
Ilmu Pendidikan sebagai Ilmu
Normatif
Ilmu pendidikan tidak terlepas dari
eksistensi manusia, dimana dalam kehidupannya manusia tidaklah terlepas dari
norma (aturan). Baik itu norma filsafat dan pandangan hidup maupun norma agama.
Bangsa Yunani Kuno berpendapat bahwa
manusia adalah makhluk bermain (homo ludens). Pendidikan jasmani adalah
hal yang paling utama dalam bangsa tersebut. Karena dalam semboyannya bahwa di
dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat (mesana incorpore sano).
Mengapa demikian, karena pada masa itu bangsa tersebut mengalami ketegangan
dalam hal perang. Sehingga warga dipersiapkan supaya memiliki tubuh yang sehat
dan kuat. Berbeda halnya dengan bangsa Eropa yang berpendapat bahwa manusia
adalah makhluk berfikir (homo sapiens). Akal merupakan pangkal tolak
ukur. Dengan akal manusia mendapatkan pengetahuan. Menurut pandangan John Locke
menegenai pendidikan, ia lebih mementingkan pendidikan atas dasar teori
tabularasa yaitu manusia dibentuk karena proses pendidikan.
Dari pandangan para ahli tersebut,
bahwa nilai-nilai keyakinan yang mereka junjung tinggi dijadikan norma untuk
mendidik. Dari norma tersebut terlahirlah tujuan pendidikan. Karena ilmu
pendidikan diarahkan pada perbuatan yang mendidik. Sehingga terciptalah manusia
yang berpengetahuan dan berbudi.
2.
Ilmu Pendidikan sebagai Ilmu
Teoretis dan Praktis
Pendidikan yang menghasilkan ilmu
tersebut berasal dari suatu kajian mengenai objek. Untuk mendalami kajian
tersebut diperlukan adanya teori (ilmu teoretis) dan untuk membuktikan
kebenaran dari teori tersebut diperlukan praktik (ilmu praktis), sehingga
menghasilkan kajian yang sistematis, terarah, dan empirik.
Ilmu pendidikan lahir dan berkembang
setelah teori dan praktik berlangsung lama. Dalam epistemologi, suatu kawasan
studi dapat dikategorikan disiplin ilmu harus memenuhi syarat seperti di bawah
ini:
a.
Memiliki objek material dan objek
formal
Objek material adalah perilaku manusia. Sedangkan Objek
formal adalah penelaahan fenomena pendidikan dalam perspektif luas dan integratif.
Ada banyak ilmu yang mempelajari perilaku manusia. Jika manusia individu maka
ilmu yang mempelajari adalah ilmu psikologi. Jika manusia itu dalam suatu
kelompok maka ilmunya adalah sosiologi. Dan jika manusia itu berperilaku
sebagai makhluk biososial (berbudaya),maka ilmu yang mempelajari adalah
antropologi. Dari berbagai ilmu diatas lahirlah berbagai disiplin ilmu yang
lebih spesifik, seperti ilmu politik, sosial, ekonomi, hukum, dan lain
sebagainya. Jika disiplin ilmu yang dipelajari ada kesamaan maka diperlukan
objek formal.
b.
Memiliki sistematika
Secara teoretis, sistematika ilmu pendidikan dapat
dibedakan ke dalam tiga tinjauan yaitu:
1)
Pendidikan sebagai fenomena
manusiawi.
Dalam hal ini pendidikan dilihat ketika terjadi interaksi
antarkomponen (tujuan, terdidik, pendidik, alat, dan lingkungan) pendidikan
dalam mencapai tujuan.
2)
Pendidikan sebagai upaya sadar.
Pendidikan digunakan sebagai upaya sadar dalam
mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia.
3)
Pendidikan sebagai gejala
manusiawi dan upaya sadar untuk mengantisipasi perkembangan sosial-budaya masa
depan.
Dalam hal ini sejalan dengan pemikiran Mochtar Buchorin
(1994: 81-86), bahwa ilmu pendidikan memiliki tiga dimensi :
a)
Dimensi lingkungan (lembaga
pendidikan)
b)
Dimensi jenis persoalan (teoretis,
praktis, dan struktur)
c)
Dimensi ruang dan waktu
(pendidikan masa lampau dan masa sekarang)
c.
Memiliki metode
Menurut Soedomo (1990: 46-47), metode yang dipakai dalam
ilmu pendidikan adalah :
1)
Metode Normatif, yaitu metode
penentuan konsep manusia yang diidealkan dalam pendidikan, menyangkut nilai
baik dan buruk.
2)
Metode Eksplanotori, yaitu metode
untuk mengetahui kondisi yang memengaruhi proses pendidikan.
3)
Metode Teknologis, yaitu metode
yang berfungsi mengungkapkan cara agar berhasil mencapai tujuan.
4)
Metode Deskriptif-Fenomenologis,
yaitu metode untuk mengurai dan mengklarifikasi kenyataan-kenyataan pendidikan
agar ditemukan hakikatnya.
5)
Metode Hermeneutis, yaitu metode
untuk memahami kenyataan pendidikan secara konkret dan historis agar makna dan
struktur kegiatan pendidikan menjadi jelas.
6)
Metode Analisis Kritis, yaitu
metode yang digunakan untuk menganalisis secara kritis istilah-istilah,
pernyataan-pernyataan, konsep, dan teori pendidikan.
C.
Dasar, Fungsi, dan Tujuan
Pendidikan Nasional
1.
Dasar pendidikan nasional
Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2.
Fungsi pendidikan nasional
Yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa.
3.
Tujuan pendidikan nasional
Untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
BAB II
KOMPONEN PENDIDIKAN
A.
Tujuan Pendidikan
1.
Tujuan pendidikan menurut jenisnya
ada 4 yaitu :
a.
Tujuan nasional, yaitu tujuan
pendidikan yang ingin dicapai suatu bangsa.
b.
Tujuan institusional, yaitu tujuan
yang ingin dicapai suatu lembaga pendidikan.
c.
Tujuan kurikuler, yaitu tujuan
yang ingin dicapai oleh suatu mata pelajaran tertentu.
d.
Tujuan instruksional, yaitu tujuan
pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu pokok atau sub-pokok bahasan tertentu.
2.
Sutari Imam Barnadib (1984:
50-51), dengan merangkum pendapat Langeveld, tujuan pendidikan dibedakan
menjadi :
a.
Tujuan umum, adalah tujuan yang
akan dicapai diakhir proses pendidikan yaitu tercapainya kedewasaan jasmani dan
kedewasaan rokhani.
b.
Tujuan khusus, adalah
pengkhususkan tujuan umum atas dasar usia, jenis kelamin, sifat, bakat,
intelegensi, sosial-budaya, tahap-tahap perkembangan, tuntutan syarat
pekerjaan, dan sebagainya.
c.
Tujuan tidak lengkap, adalah
tujuan yang menyangkut sebagian aspek dari manusia, misalnya aspek psikologis.
d.
Tujuan sementara, adalah tujuan
yang sifatnya sementara. Jika tujuan tersebut telah tercapai maka tujuan itu
tidak lagi dilakukan.
e.
Tujuan intermediet, adalah tujuan
perantara bagi tujuan lainnya yang pokok.
f.
Tujuan incidental, adalah tujuan
yang dicapai pada saat-saat tertentu, sifatnya seketika dan spontan.
3.
Tujuan pendidikan menurut Bloom,
yaitu
a.
Cognitive Domain, kemampuan
yang ingin dicapai setelah proses belajar-mengajar. Yang pada dasarnya tujuan
ini itu ingin memahami dan bisa suatu pelajaran yang telah diajarkan.
b.
Affective domain, berupa
kemampuan untuk menerima, menjawab, menilai, membentuk, dan mengarakterisasi.
c.
Psychomotor domain, terdiri
dari kemampuan persepsi, kesiapan, dan respons terpimpin.
B.
Peserta Didik
Peserta didik adalah manusia (anggota masyarakat)
yang membutuhkan pendidikan guna mencapai tujuannya. Dimana tujuan manusia yang
paling utama adalah agar bisa menjadi manusia yang bisa memanusiakan dirinya
dan orang lain. Kemanusiaan itu tersusun dari adanya bakat dan kemampuan yang
pada akhirnya meningkatkan derajat kemanusiaannya.
C.
Pendidik
Pendidik adalah seseorang yang memberikan ilmu
pendidikan kepada peserta didik. Disini pendidik sebagai tenaga professional
yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pengarahan, dan sebagainya. Pada intinya pendidik harus
memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang pendidikan
dan mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
D.
Alat Pendidikan
Adalah semua hal yang menjadikan pendidikan dapat
berjalan. Menurut Abu Ahmadi membedakan alat pendidikan menjadi beberapa
kategori:
1.
Alat Pendidikan Positif dan
Negatif
Alat pendidikan positif itu dapat berupa pujian dan hadiah. Dimaksudkan
agar peserta didik dapat berbuat lebih baik dan meningkatkan perbuatan baiknya
itu. Sedangkan alat pendidikan negatif yaitu berupa sindiran, larangan,
hukuman. Dimaksudkan agar peserta didik jera akan perbuatan buruknya dan
menjadi sadar untuk berbuat buruk lagi.
2.
Alat Pendidikan Preventif dan
Korektif
Alat pendidikan preventif berupa peringatan atau teguran. Sedangkan alat
pendidikan korektif berupa hukuman, alat ini digunakan apabila alat pendidikan
preventif tidak lagi mempan.
3.
Alat Pendidikan yang Menyenangkan
dan Tidak Menyenangkan.
Alat pendidikan menyenangkan yaitu berupa hadiah atau ganjaran. Sedangkan
alat pendidikan yang tidak menyenangkan berupa hukuman atau celaan.
E.
Lingkungan / Milieu
Pendidikan
1.
Lingkungan pendidikan keluarga
Merupakan lingkungan pendidikan nonformal yang utama dan pertama yang
dialami anak. Dimana dalam lingkungan ini anak mendapatkan semua ilmu dasar
manusia. Baik itu ilmu moral, agama, sosial, dan ilmu dasar lain. Dalam
lingkungan ini orang tua memegang peranan penting dalam mendidik anak. Dimana
anak merupakan kertas putih yang belum ada coretan apapun. Maka orang tuanyalah
yang akan mengisinya dengan coretan-coretan. Apakah coretan itu indah atau
buruk.
2.
Lingkungan pendidikan sekolah
Merupakan lingkungan pendidikan formal yang diadakan pemerintah dalam
mewujudkan tujuan nasionalnya. Sekolah disini adalah lembaga pendidikan yang
berjenjang dan dibatasi usia pada masing-masing jenjang. Jenjang paling awal
Taman Kanak-Kanak (TK), pendidikan ini selama 1 tahun. Namun jaman sekarang
harus masuk jenjang sebelum TK yaitu PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Jenjang
kedua Sekolah Dasar (SD), sekolah ini secara standar berlangsung selama 6
tahun. Jenjang ketiga Sekolah Menengah Pertama (SMP), berlangsung selama 3
tahun. Jenjang yang selanjutnya Sekolah Menengah Atas (SMA), lamanya 3 tahun.
Jenjang yang berikutnya adalah Perguruan Tinggi (PT), dalam jenjang ini
tergantung mengambil lamanya belajar. Ada yang 1 tahun (D1), 2 tahun (D2), 3
Tahun (D3), 4 tahun (S1), dan seterusnya. Semakin lama pendidikan semakin
banyak title yang didapat.
3.
Lingkungan Pendidikan Masyarakat
Lembaga pendidikan dimasyarakat yaitu pendidikan nonformal yang diadakan
oleh anggota masyarakat tertentu guna maningkatkan kualitas warga dan
meningkatkan kemampuan warganya dalam mencapai tujuan bersama. Dalam masyarakat
biasanya berupa PKK, Karang Taruna, Koperasi, Rumah Singgah, dan lain-lain.
BAB III
ALIRAN, TEORI, DAN PILAR-PILAR PENDIDIKAN
A.
Aliran-Aliran Pendidikan
1.
Aliran Empirisme
Aliran ini lebih memperhatikan pengaruh perkembangan seseorang kerena
pengalaman yang diperoleh anak melelui hubungannya dengan lingkungan (sosial,
budaya, dan alam). Dalam hal ini pendidiklah yang memegang peranan penting.
Pengalaman disini yang diperoleh anak akan membentuk tingkah laku, sikap, serta
watak sesuai dengan tujuan pendidikannya. Dengan kata lain, factor bawaan dari
orang tua dikesampingkan. Hal inilah yang menjadikan kelemahan dalam aliran
ini. Padahal potensi bawaan juga sangat mempengaruhi dalam perkembangan anak.
Karena banyak anak yang berbakat berhasil walaupun lingkungan tidak mendukung.
2.
Aliran Nativisme
Aliran ini berpendapat bahwa factor bawaanlah yang mempengaruhi
perkembangan seorang anak. Aliran ini bertentangan dengan aliran empirisme.
Oleh karena itu keberhasilan seorang anak ditentukan oleh pribadi
masing-masing. Menurut aliran ini, jika seorang anak memiliki bakat jahat, maka
anak itu akan menjadi jahat dan jika anak itu memiliki bakat baik maka anak itu
akan menjadi baik.
Pandangan nativisme adalah pengakuan tentang adanya daya asli yang
terbentuk sejak manusia itu lahirke dunia yaitu daya psikologis dan fisiologis
yang bersifat heredite, serta kemampuan dasar lainnya dengan kapasitasnya yang
berbeda dalam diri setiap manusia.
3.
Aliran Naturalisme
Faktor bawaan seorang anak akan berubah dalam perkembangannya karena
pengaruh lingkungan. Dalam ini faktor kemampuan individu anak didik merupakan
pusat kegiatan proses belajar-mengajar. Menurut M.Arifin dan Aminuddin R (1992
: 9) ada 3 prinsip dalam proses pembelajaran :
a.
Anak didik belajar melalui
pengalamannya sendiri.
b.
Pendidik hanya menyediakan
lingkungan belajar yang menyenangkan.
c.
Program pendidikan di sekolah
harus disesuaikan dengan minat dan bakat dengan menyediakan lingkungan belajar
yang berorientasi kepada pola belajar anak didik.
4.
Aliran Konvergensi
Aliran ini merupakan kombinasi aliran empiris dan nativisme. Menurut
aliran ini semua anak memiliki bakat (potensi) baik itu bakat baik atau jahat,
dalam perkembangannya nanti dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi faktor bawaan dan
lingkungan berjalan seiring perkembangan dan sama pentingnya.
5.
Aliran Progresivisme
Aliran ini berpendapat bahwa manusia memiliki kemampuan yang wajar dan
dapat menghadapi serta mengatasi masalah yang bersifat menekan dan berat. Dalam
hal ini setiap masalah yang dihadapi dan pada saat menyelesaikannya belajar
pada masalah yang sebelumnya dialaminya.
6.
Aliran Esensialisme
Aliran ini berpendapat bahwa pendidikan harus bersendikan nilai-nilai
norma yang dapat dijadikan sebagai pedoman hidup, sehingga mendapat mencapai
kebahagiaan. Jadi aliran esensialisme menghendaki adanya nilai-nilai esensial
yang telah teruji oleh waktu , bersifat menuntun, dan turun temurun.
7.
Aliran Perenialisme
Aliran ini berpandangan bahwa kepercayaan aksiomatis zaman kuno abad
pertengahan menjadi dasar pendidikan. Jadi anak didik dituntut untuk bisa
berfikir sejak dini.
8.
Aliran Konstruktivisme
Dalam aliran ini pengetahuan merupakan interaksi yang berkelanjutan
antara satu individu dengan individu lainnya. Pengetahuan merupakan suatu
proses. Dimana pengetahuan itu dicari dan ditangkap oleh panca indra
(pemahaman).
B.
Teori-Teori Pendidikan
1.
Teori koneksionisme
Dalam teori ini asosiasi yang menjadi dasar belajar yaitu stimulus dan
respons. Stimulus akan memberikan kesan kepada pancaindra, sedangkan respon
akan mendorong seseorang melakukan tindakan. Sebagai contoh, seekor kucing di
pancing menggunakan ikan asin (sebagai stimulus), lalu kucing tersebut mulai
mendatangi tempat dimana ikan asin itu diletakkan (respon) maka secara otomatis
kucing tersebut akan memakan ikan tersebut.
2.
Teori Classical Conditioning
Prinsip belajar dalam teori yang dikemukaan oleh Pavlor (tokoh) adalah
sebagai berikut :
a.
Belajar adalah pembentukan
kebiasaan dengan cara menghubungkan/ mempertautkan antara perangsang (stimulus)
yang lebih kurang dengan perangsang yang lebih lemah.
b.
Proses belajar terjadi apabila
adanya interaksi antar organisme/ individu.
c.
Belajar adalah membuat
perubahan-perubahan pada organism/ individu.
d.
Setiap perangsang akan menimbulkan
aktivitas otak.
e.
Semua aktivitas susunan saraf
pusat diatur oleh eksitasi dan inhibitas.
3.
Teori Operant Conditioning
Teori ini membedakan tingkah laku responden yaitu tingkah laku yang
ditimbulkan oleh stimulus yang jelas. Operant Behavior adalah tingkah
laku yang ditimbulkan oleh stimulus yang belum diketahui, namun semata-mata
ditimbulkan oleh organism itu sendiri, namun semata-mata ditimbulkan oleh
stimulus dari luar. Sebagai contoh kucing mondar-mandir kesana kemari karena
lapar, bukan karena melihat daging.
Dari tingkah laku kucing yang diteliti dapat dibedakan menjadi dua macam
kondisi yaitu :
a.
Respons Conditioning. Kondisi
ini disebut titik S, karena menitikberatkan pada stimulus. (Sama dengan teori
Pavlov)
b.
Operant Conditioning.
Kondisi ini disebut dengan titik R, karena manitikberatkan pada pentingnya
respons.
4.
Teori Gestalt
Menurut teori ini masalah adalah stimulus, sedangkan pemecahan suatu
masalah adalah respons. Dimana jika suatu organisasi mengalami suatu problem,
maka ia akan mencari keseimbangan mental sebagai respons dalam mencari
pemecahan dalam problem tersebut. Sebagai contoh, kurikulum pendidikan jaman
sekarang menggunakan teori ini. Bahwa peserta didik akan belajar secara
alamiah, dimana belajar itu merupakan suatu hal yang tidak menjenuhkan, melainkan
menarik. Dalam teori ini kemampuan dalam berbahasa (membaca dan menulis)
merupakan hal sangat berpengaruh dalam penerapan teori ini.
5.
Teori Medan (Field Theory)
Lingkungan merupakan gejala yang saling mempengaruhi. Dimana perubahan
seseorang bisa merubah hasil keseluruhan. Sebagai contoh, dalam suatu ujian ia
telah belajar dan mempersiapkan semuanya dengan baik. Namun karena suatu hal,
ia sangat marah dan kemudian mempengaruhi persiapan belajarnya semalam, dan
membuat semua itu buyar dalam waktu tersebut. Namun pada waktu lain ia akan
kembali seperti semula (faktor Psikologis). Penerapan teori medan dalam proses
belajar mengajar :
a.
Belajar adalah perubahan struktur
kognitif (pegetahuan)
b.
Peranan hadiah dan hukuman.
c.
Masalah sukses dan gagal
d.
Taraf Aspirasi (merumuskan tujuan
sementara)
e.
Pengulangan dapat menimbulkan
kejenuhan psikologis.
6.
Teori Humanistik
Dalam proses pembelajaran, menurut psikologi humanistis, jika peserta
didik memperoleh informasi baru, informasi itu dipersonalisasikan kedalam dirinya.
Pendidik sangat salah jika beranggapan bahwa siswa akan menangkap pembelajaran
dengan mudah, jika bahan ajar tersusun dengan rapi dan disampaikan dengan baik.
Namun pendidik harus mengarahkan dan membantu siswa agar bisa memetik arti dan
makna yang terkandung dalam bahan ajar tersebut.
C.
Pilar-Pilar Pendidikan
Ada 6 pilar-pilar pendidikan yang direkomendasikan
oleh UNESCO yang dapat digunakan dalam prinsip pembelajaran yaitu :
1.
Learning to Know
Learning to Know , kita tidak hanya sebatas mengetahuidan memiliki
materi informasi yang sebanyak-banyaknya, selalu mengingatnya, namun juga
kemampuan dalam memahami makna di balik materi tersebut. Dalam hal ini
kemampuan melihat peluanglah yang dapat mengembangkan pendekatan ilmiah tidak
hanya secara logika empirisme namun juga pada transendental (berkaitan dengan
nilai spiritual).
2.
Learning to Do
Learning to Do adalah konsekuensi dari Learning to Know. Pilar
pendidikan ini memiliki kelemahan dalam proses pembelajaran yaitu hanya
berdasarkan teori saja tanpa pengaplikasian pada praktik. Learning to Do bukanlah
kemampuan berbuat mekanis, pertukangan tanpa pemikiran. Namun disini siswa
dituntut agar dapat mengembangkan teori yang didapat, sehingga memperbaiki dan
menumbuhkembangkan kinerja siswa.
3.
Learning to Be
Learning to Be merupakan pelengkap dari Learning to Know dan
Learning to Do. Peserta didik dituntut agar bisa menjadi ilmuwan agar bisa
menggali sendiri dan menentukan nilai-nilai kehidupannya dalam hidup
bermasyarakat sebagai hasil pembelajaran.
4.
Learning to Live Together
Menuntut seseorang untuk hidup bermasyarakat dan menjadi educated
person, yang bermanfaat untuk dirinya dan orang lain.
5.
Learning How to Learn
Learning How to Learn membawa peserta didik pada kemampuan dalam
strategi dan kiat belajar yang lebih kreatif, efektif, efisien,dan lebih baik
lagi. Dalam point yang ini lebih ditekankan pada bagaimana mencari metode baru
dalam pembelajaran agar pemahaman lebih mudah.
6.
Learning Throughout Life
Learning Throughout Life menuntun dan memberika pencerahan kepada
siswa bahwa ilmu bukanlah hasil buatan manusia melainkan hasil pencarian
manusia. Dimana ilmu adalah ilmu Tuhan yang tak terbatas dan harus terus
dicari. Dalam hal menuntut ilmu, ada sebuah pepatah bahwa Carilah ilmu dari
kandungan ibumu sampai keliang lahat. Itu berarti tak ada kata berhenti dalam
hal manuntut ilmu.
BAB IV
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
A.
Pengertian Kompetensi dan
Kurikulum Berbasis Kompentensi (KBK)
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan,
nilai, sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Dalam
hal ini kompetensi menyangkut tugas, ketrampilan, sikap, dan apresiasi yang
diperlukan untuk menunjang keberhasilan.
Kurikulum berbasis Kompetensi (KBK) adalah sebagai
suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan
tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat
dirasakan yaitu berupa keberhasilan dalam penguasaan dan keberhasilan yang
penuh tanggung jawab.
B.
Karakteristik Kurikulum
Berbasis Kompentensi (KBK)
Departemen Pendidikan Nasional memberikan rambu-rambu
bahwa KBK memiliki karakteristik sebagai berikut :
1.
Menekankan pada ketercapaian
kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
2.
Berorientasi pada hasil belajar (learning
outcomes) dan keberagaman.
3.
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan
pendekatan dan metode yang bervariasi.
4.
Sumber belajar bukan hanya
pengajar, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsure edukatif.
5.
Penilaian menekankan pada proses
dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
C.
Asumsi Kurikulum Berbasis
Kompentensi (KBK)
Dalam KBK, asumsi adalah parameter untuk menentukan
tujuan dan kompetensi yang akan dispesifikasikan. Ada 7 asumsi yang mendasari
KBK yaitu :
1.
Peningkatan kemampuan profesional
seorang pendidik.
2.
Penyampaian materi harus dari
banyak sumber informasi.
3.
Pengembangan potensi dengan
menghubungkan kemampuan yang dimiliki dalam kehidupan sehari-hari.
4.
Pengembangan potensi dan
menghubungkan kemampuan tersebut dengan situasi baru.
5.
Pengajar harus telaten dan tekun,
penuh kasih sayang dan perhatian dalam mengajar peserta didik.
6.
Mengembangkan ketrampilan peserta
didik yang dapat diterapkan dalam kahidupan.
7.
Pendidik memberikan arahan agar
siswa dapat menemukan ide dan strategi belajar sesuai dengan kemampuan belajar
dan kecepatan pemahaman masing-masing.
D.
Keunggulan Kurikulum Berbasis
Kompentensi (KBK)
KBK memiliki keunggulan dibanding dengan model model
lainya yaitu :
1.
Menempatkan peserta didik sebagai
subyek pembelajaran dan proses pembelajaran berlangsung secara alamiah.
2.
Kompetensi sebagai dasar dalam
kemampuan-kemampuan lain.
3.
Pendekatan kompetensi yang sesuai
meteri pembelajaran.
BAB V
PENILAIAN BERBASIS KELAS
A.
Pengertian Dan Tujuan
Penilaian Berbasis Kelas (PBK) adalah proses
pengumpulan, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta
didik dengan menerapkan prinsip-prinsip penilaian, pelaksanaan berkelanjutan,
bukti-bukti otentik, akuran dan konsisten sebagai akuntabilitas publik. PBK
secara umum bertujuan untuk memberikan penghargaan terhadap pencapaian belajar
peserta didik dan memperbaiki program dan kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini
PBK atau yang kita kenal sekarang dengan sebutan Buku Rapor.
B.
Fungsi PBK
Fungsi PBK untuk peserta didik :
1.
Membantu dalam mengembangkan
dan mengubah perilaku kearah yang lebih baik.
2.
Membantu peserta didik
mendapat kepuasan atas apa yang didapatkannya.
3.
Membantu sisiwa apakah metode
belajar yang digunakan telah tepat dan benar atau tidak.
4.
Membantu pendidik dalam
pengembangan dan keputusan administrasi.
C.
Prinsip-Prinsip PBK
Prinsip-prinsip PBK adalah:
1.
Berorientasi pada kompetensi
2.
Mengacu pada patokan
3.
Ketuntasan belajar
4.
Menggunakan berbagai cara
dalam memantau kemajuan belajar siswa.
D.
Penilaian (Pengujian)
Kompetensi pada KBK
Sistem pengujian pada KBK adalah berkelanjutan. Dalam
arti semua komponen indikator (gejala, perbuatan, atau respons) dihubungkan
pada soalnya dan hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang
telah dan belum dimiliki serta kesulitan peserta didik. Soal yang digunakan
dalam ujian diharapkan dapat mengukur aspek kognitif (kecerdasan otak), afektif
(sikap dan minat), dan psikomotorik (ketrampilan).
E.
Jenis Tagihan / Jenis Ujian
1.
Kuis atau Ujian Singkat
Kuis merupakan ujian singkat, yang menanyakan hal-hal yang pernah
dipelajari sebelumnya. Jika peserta didik gagal, maka harus mengulang meteri
sebelumnya terlebih dahulu.
2.
Ulangan Harian atau Ulangan
Formatif
Ulangan ini dilakukan setelah selesainya satu atau beberapa pokok bahasan,
dan soalnya harus bervariatif.
3.
Tugas
Ada dua jenis tugas jika dilihat dari jumlah peserta didik yaitu tugas
individu (tugas untuk masing-masing individu) dan tugas kelompok (tugas untuk
lebih dari 1 individu). Dilihat dari tempat pengerjaan tugasnya, dibedakan dua
jenis tugas yaitu tugas rumah (PR) dan tugas sekolah.
4.
Ulangan Semester / Ujian Semester
Ulangan ini disusun berdasarkan kisi-kisi soal. Bentuk soalnya berupa
pilihan ganda dan uraian yang dilakukan pada akhir semester.
5.
Ulangan Kenaikan Kelas
Ulangan ini dilakukan guna sebagai tolak ukur kenaikan kelas.
F.
Bentuk Soal
Bentuk soal dapat dibedakan sesuai ranah (wilayah) :
1.
Ranah Kognitif
a.
Pertanyaan Lisan, biasanya
berupa interview.
b.
Tes Objektif yaitu tes yang
biasanya berupa pilihan ganda.
c.
Soal Uraian
d.
Soal Terbuka, yaitu tes / soal
yang memiliki lebih dari satu jawaban.
2.
Ranah Afektif
Dalam ranah afektif ada dua komponen penting untuk diukur yaitu:
a.
Minat
b.
Sikap
3.
Ranah Psikomotorik
a)
Tes tertulis (paper and
pencil test)
b)
Tes Identifikasi (identification
test)
c)
Tes Simulasi (Simulation
Test)
d)
Tes Contoh Kerja (work
sample)
G.
Ciri-Ciri Tes yang Baik
Menurut Suharsini Arikunto (1997 : 51-61) suatu tes
sebagai alat ukur yang baik harus memiliki :
1.
Aliditas
Tes tersebut dapat mengukur dengan tepat. Misalnya,Soal yang dibuat
sesuai dengan kurikulum yang berlaku pada waktu tersebut.
2.
Reliabilitas
Tes yang dapat dipercaya atau tidak meragukan dan sebuah ketepatan.
3.
Objektivitas
Tidak mengandung unsur pribadi. Pada pemberian skor saat penilaian tidak
ada unsur pribadi.
4.
Praktikabilitas
Tes yang bersifat praktis. Artinya mudah dilaksanakan, mudah
pemeriksaannya, dan dilengkapi dengan petunjuk yang jelas juga mudah dalam
membuat administrasinya.
5.
Ekonomis
Tidak membutuhkan biaya yang mahal.
H.
Teknik Penulisan Soal
Bentuk Pilihan Ganda
Soal bentuk pilihan ganda adalah soal yang jawabannya
harus memilih salah satu dari beberapa kemungkinan pilihan jawaban yang
disediakan. Pilihan jawaban adalah kunci jawaban dan pengecoh (distractor).
Kunci jawaban merupakan jawaban yang benar, namun memungkinkan seseorang
memeilihnya apabila tidak menguasai bahannya. Keunggulan soal bentuk ini adalah
mudah, cepat, dan objektif serta dapat mencakup ruang lingkup pembahasan yang
luas. Kekurangannya adalah memerlukan waktu lama dalam penulisan soalnya, sulit
membuat pengecoh yang bersifat homogen,dan berfungsi dengan baik serta ada
peluang untuk menebak kuncinya.
1.
Kaidah penulisan soal
Kaidah penulisan soal adalah pedoman atau petunjuk yang perlu didikuti
penulis agar soal yang dihasilkan memiliki mutu yang baik. Kaidah penulisan
soal yang dimaksud mencakup materi, konstruksi, dan bahasa.
2.
Contoh penulisan soal bentuk
pilihan ganda
a.
Rumusan soal harus sesuai
dengan indikator yang terdapat pada kisi-kisi.
b.
Pengecohan harus berfungsi.
c.
Hanya satu kunci jawaban yang
paling tepat.
d.
Rumusan pokok soal jangan
memberi petunjuk ke kunci jawaban.
e.
Pokok soal jangan menggunakan
pernyataan yang bersifat negatif ganda.
f.
Pilihan jawaban harus homogen
dan logis
g.
Panjang rumusan pilihan
jawaban relatif sama.
h.
Pilihan jawaban yang berbentuk
angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka
tersebut, atau kronologis waktunya.
i.
Butir soal jangan tergantung
pada jawaban soal sebelumnya.
j.
Soal menggunakan bahasa yang
sesuai EYD (kaidah bahasa indonesia yang baik dan benar).
k.
Soal menggunakan bahasa yang
komunikatif.
l.
Soal jangan menggunakan bahasa
yang berlaku setempat.
m.
Pilihan jawaban tidak
mengulang kata atau kelompok kata yang sama.
I.
Analisis Bentuk Soal
Analisis bentuk soal adalah langkah yang harus
dilakukan oleh pengembang tes. Tujuannya adalah menguji mutu soal dan untuk
mengetahui karakteristik perangkat soal. Jenis analisis bentuk soal ada dua
yaitu :
1.
Analisis soal secara
kualitatif
Merupakan analisis soal dari segi materi, konstruksi dan bahasa. Dari
analisis itu dapat ditentukan apakah tes tersebut perlu perbaikan (revisi) atau
jelek (dibuang). Analisis ini dilakukan oleh penialaian para ahli.
2.
Analisis soal secara
kuantitatif
Analisis soal dari skor yang diperoleh peserta didik dalam menjawab
soal-soal yang diberikan. Maka pada analisis ini diperoleh tingkat kesukaran
soal, daya pembeda, dan distraktor (pengecoh).
J.
Tingkat Kesukaran Soal
Tingkat kesukaran didefinisikan sebagai proporsi
peserta tes yang menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang
biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Kriteria penafsiran kesukaran soal
adalah :
Indeks kesukaran (P)
|
Penilaian Soal
|
P < 0,30
0,30 < P < 0,70
P > 70
|
Soal sukar
Soal sedang
Soal mudah
|
Untuk
menghitung tingkat kesukaran soal digunakan rumus :
P = B : Js
Keterangan
: P = Indeks
B =
Banyaknya peserta tes yang menjawab soal bena.
JS =
Banyaknya seluruh peserta tes.
K.
Daya Pembeda Soal
Daya pembeda soal merupakan kemampuan soal untuk
membedakan antara peserta tes yang mampu dengan peserta yang kurang mampu dalam
mengerjakan soal. Fungsinya yaitu mendeteksi pembedaan individu yang
sekecil-kecilnya diantara peserta tes, yang sejalan dengan fungsi dan tujuan
tes sendiri. Semakin tinggi indeks daya pembeda semakin mampu soal tersebut
mampu membedakan peserta didik yang pandai dengan yang kurang pandai. Kriteria
daya pembeda soal yaitu :
Indeks daya pembeda (D)
|
Penafsiran
|
D > 0,70
0,40 < D < 0,70
0,20 < D < 0,40
D < 0,20
|
Baik sekali (exellent)
Baik (good)
Cukup (satisfactory), soal perlu direvisi
Jelek (poor), sebaiknya dibuang
|
Untuk menghitung daya pembeda soal, langkah yang perlu
dilakukan adalah :
1.
Menghitung urutan skor dari skor
tertinggi (skor siswa) ke skor yang terendah, sehingga dapat dikelompokan
menjadi kelompok atas dan bawah.
2.
Jika jumlah peserta tes banyak (N
> 40), dapat diambil sebagian dari kelompok atas dan bawah masing-masing 27
%, sehingga lebih memudahkan perhitungan.
3.
Menghitung jawaban benar dari
kelompok atas dan bawah.
4.
Menghitung daya pembeda (D),
digunakan rumus :
D = (Ba : Ja) - (Bb : Jb) = Pa –
Pb
Keterangan :
Ba = Banyaknya peserta kelompok tes yang menjawab soal dengan benar.
Bb = Banyaknya peserta kelompok tes bawah yang menjawab soal benar
J = Banyaknya peserta tes
Ja = Banyak peserta kelompok atas
Jb = Banyak peserta kelompok bawah
Pa = Proporsi kelompok peserta tes kelompok atas yang menjawab dengan
benar.
Pb = Proporsi kelompok peserta tes kelompok bawah yang menjawab soal
dengan benar.
L.
Distraktor (Pengecoh)
Fungsi distraktor dalam soal objektif ganda dengan
menggunakan criteria :
1.
Ditinjau dari banyak pemilih.
Pengecoh berfungsi jika dipilih peserta tes :
a.
Paling sedikit 3% untuk butir soal
dengan pilihan jawaban 5.
b.
Paling sedikit 5% untuk butir soal
dengan 4 pilihan jawaban.
2.
Ditinjau dari pemilih pengecoh
pada kelompok atas dan kelompok bawah:
a.
Pengecoh berfungsi efektif jika Na
< Nb
b.
Pengecoh tak berfungsi jika Na =
Nb
c.
Pengecoh menyesatkan jika Na >
Nb
M.
Teknik Analisis dan
Interpretasi Butir Soal
Setelah soal ditemukan daya pembeda dan distraktor
dari butir soal, selanjutnya disusun, dianalisis dan diinterpretaikan dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Menghubungi kepala sekolah /
pendidik SDuntuk meminjam tes matematika dan lembar jawaban yang telah diisi peserta
didik.
2.
Memeriksa dan menabulasikan
jawaban peserta didik.
3.
Mengurutkan jawaban peserta didik
dari skor tertinggi dan skor terendah.
4.
Menetapkan 27% peserta didik
sebagai kelompok atas (nilai tinggi) dan 27 % sebagai kelompok bawah (nilai
rendah).
5.
Menghitung dan menginterpretesikan
tingkat kesuakaran dan daya pembeda.
6.
Menyelidiki kekuatan distraktor.
7.
Menyelidiki omit (kesalahan
peserta didik dalam memilih option).
8.
Menarik kesimpulan dari analisis
soal.
BAB VI
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Berbagai upaya telah dilakukan untuk upaya mencapai
sukses KBM yang berkualitas. Melelui pendekatan makro, yaitu MBS (Manajemen
Berbasis Sekolah). MBS adalah suatu pendekatan pengajaran yang mengkaji secara
utuh konteks belajar mengajar di dalam kelas dalam rangka memahami pengaruh
interaksi antara pendidik dan peserta didik, serta pendidik dan peserta didik
dengan tugas-tugas kelas dalam kegiatan pembelajaran.
A.
Tujuan MBS
1.
Peningkatan Efisiensi
Peningkatan efisiensi antara lain diperoleh melalui keleluasaan dalam
mengelola masyarakat dan penyederhanaan birokrasi.
2.
Peningkatan Mutu
Peningkatan mutu diperoleh antara lain melalui partisipasi orang tua
terhadap sekolah fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan
profesionalitas pendidik, serta berlakunya insentif dan disintetif.
3.
Peningkatan Pemerataan Pendidikan
Dapat diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang
memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu.
B.
Manfaat MBS
1.
Sekolah dapat lebih meningkatkan
kesejahteraan guru sehingga bias lebih berkonsentrasi pada tugas.
2.
Mendorong kepala sekolah bertindak
professional dalam perannya sebagai manager dan pimpinan sekolah.
3.
Guru didorong untuk berinovasi
dengan melakukan berbagai eksperimentasi di lingkungan sekolah.
4.
Rasa tanggap sekolah terhadap
kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan
tuntutan peserta didik dan masyarakat.
C.
Faktor-Faktor yang Perlu
Diperhatikan
Faktor-faktor tersebut yang berkaitan dengan :
1.
Kewajiban sekolah
2.
Kebijakan dan Prioritas
pemerintah,
3.
Peran orang tua dan Masyarakat,
4.
Peranan profesionalisme dan
Menajerial
5.
Pengembangan profesi.
D.
Karakteristik Manajeman
Berbasis Sekolah
Karakteristik MBS bisa diketahui antara lain dari
bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses
belajar mengajar, pengelolaan sumber daya manusia, serta pengelolaan sumber
daya dan administrasi.
E.
MBS sebagai Proses
Pemberdayaan.
MBS merupakan konsep pemberdayaan sekolah dalam
rangka peningkatan mutu dan kemandirian sekolah. Kindervatter (1979) memberikan
batasan pemberdayaan sebagai peningkatan pemahaman manusia untuk meningkatkan
kedudukannya di masyarakat. Peningkatan kedudukan itu meliputi kondisi-kondisi
sebagai berikut :
1.
Akses
2.
Daya Pengikut
3.
Pilihan-pilihan
4.
Status
5.
Kemampuan potensi kritis
6.
Legitimasi
7.
Disiplin
8.
Persepsi kreatif
Kondisi
tersebut dapat dipandang sebagai hasil dari proses pemberdayaan. Dengan kata
lain pemberdayaan dikatakan berhasil jika pada sasarannya dapat diamati atau
dapat menunjukan keadaan permukaan (indikator) diatas. Untuk memahami dan
menerapkan MBS sebagai proses pemberdayaan, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan :
1. Pemberdayaan berhubungan dengan upaya peningkatan kemampuan
masyarakat untuk memegang kontrol (atas diri dan lingkungan).
2. Adanya kesamaan dan kesepadanan kedudukan dalam hubungan kerja.
3. Menggunakan pendekatan partisipatif.
4. Pendidikan untuk keadilan.
F. Konsep Pengajaran
Mengajar adalah menggugah dan membantu terjadinya
gejala belajar di kalangan peserta didik. Pengertian mengajar memiliki dua
implikasi yaitu sebagai pengajar dan peserta didik. Kebermaknaan pengalaman
dalam belajar memiliki dua sisi yaitu :
1. Sisi intelektualitas
Kebermaknaan pada sisi ini dicapai melalui dua proses yaitu proses
kognisi dan proses metakognisi. Proses kognisi mengacu pada terasimilasikannya
isi pengalaman ke dalam struktur kognisi yang telah ada atau termodifikasinya
struktur kognitif untuk mengakomodasikan isi pengalaman yang baru. Dengan kata
lain, disamping menangkap pesan kegiatan belajar yang sedang dihayati, siswa
juga mambentuk kemampuan untuk belajar.
2. Sisi emosional
Sisi ini mengacu pada rasa memiliki pengalaman itu oleh siswa. Hal ini
ditandai dengan adanya rasa bahwa belajar itu merupakan hal sangat penting.
Motivasi intrinsik menjadi landasan bagi terbentuknya kemampuan serta kebiasaan
belajar mandiri.
G. Pengajaran yang Efektif
Pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang mampu
melahirkan proses proses belajar yang berkualitas, yaitu yang melibatkan
partisipasi dan penghayatan peserta didik secara efektif.