BAB I
PENDAHULUAN
- A. Latar Belakang
Pembahasan konsep dan teori tentang Pendidikan
Islam sampai kapanpun selalu saja relevan dan memiliki ruang yang cukup
signifikan untuk ditinjau ulang. Paling tidak terdapat tiga alasan mengapa hal
itu terjadi : Pertama pendidikan melibatkan sosok manusia yang
senantiasa dinamis, baik sebagai pendidik, peserta didik, maupun penanggung
jawab pendidikan. Kedua perlunya akan inovasi pendidikan akibat
perkembangan saint dan teknologi. Ketiga tuntunan gelobalsasi yang
meleburkan sekat-sekat agama, ras, budaya, bahkn falsafah satu bangsa. Ketiga
alasan tersebut tentunya harus diikuti dan dijawab oleh dunia pendidikan demi
kelansungan hidup manusia dalam situasi yang serba dinamik, inovatif, dan
semakin mengglobal.
Makalah yang ada dihadapan ini merupakan salahsatu
jawaban terhadap permasalahan yang dialami umat islam atau bahkan umat manusia.
Aksentuasi pebahasan makalah ini lebih mengarah pada pendidikan yang
berlandaskan nilai-nilai ilahiyah, spiritual, dan akhlak, sekalipun melibatkan
seluruh komponen dasar pendidikan. Penekanan pada aspek ini disebabkan oleh
paradigma penyusunan makalah ini didasarkan atas nilai dogmatika Islam yang diturunkan
dari wahyu ilahi.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari
makalah ini adalah :
a.
Apakah Definisi Pendidikan Islam ?
b.
Bagaimanakah visi-misi Pendidikan Islam ?
c. Apa
hubungan visi dan misi Pendidikan Islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
A . Definisi Pendidikan Islam
a. Pengertian Etimologi
Pendidikan Islam
Pendidikan dalam wacana keislaman lebih populer
dengan istilah tarbiyah, ta’lim, ta’dib(tatak rama), riadhoh, irsyad,
dan tadris
b. Pengertian
Terminologi Pendidikan Islam
Sebelum
perumusan pengertian terminology pendidikan Islam berdasarkan pengertian
etimologi di atas, ada baiknya dikutip beberapa pengertian pendidikan Islam
terlebih dahulu yang dicetuskan oleh para ahli.
1. Muhammad SA. Ibrahimi (Bangladesh) menyatakan:
“Pendidikan Islam dalam pandangan yang sebenarnya adalah suatu system
pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai
degan ideology Islam, sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai
dengan ajaran Islam.”
2.,
Omar
Muhammad al-Touni al-Syaibani mendefinisikan Pendidiakan Islam dengan: “Proses
mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam
sektiarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai
profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat”
3. Muhammad Fadhil
al-Jamali mengajukan pengertian pendidikan Islam :”Upaya mengembangkan,
mendorong serta mengejak manusia untuk lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai
yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk peribadi yang lebih
sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan.”
4. Muhammad Javed al-Sahlani mengartikan Pendidikan Islam dengan “Proses
mendekatkan manusia kepada tingkat kesempurnaan dan mengermbangkan
kemampuannya.”
5. Hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960 dirumuskan pendidikan
Islam dengan :”Bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran
Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi
berlakunya semua ajaran Islam.”
Berdasarkan beberapa pengertian yang dkemukakan oleh para ahli di atas,
serta beberapa pemahaman yang diturunkan dari beberapa istilah dalam pendidikan
Islam, seperti tarbiyah, ta’lim, ta’dib, maka pendidikan Islam dapat
dirumuskan sebagai berikut: “Proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai
Islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan,
pengasuhan, pengawasan dan pengembangan potensi.” Definisi ini memiliki lima
unsure pokok penddikan Islam, yaitu :
1)
Proses transinternalisasi. Upaya dalam pendidikan Islam
dilakukan secara bertahap, berjenjang, terancang, terstruktur, sistematik, dan
terus-menerus dengan cara transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan
nilai Islam pada peserta didik.
2) Pengetahuan dan nilai
Islam. Materi yang diberikan kepada peserta didik adalah ilmu
pengetahuan dan nilai Islam, yaitu pengetahuan dan nilai yang diturunkan dari
Rabb (Ilahiyah). Atau materi yang memiliki
ktiteria epistemology dan aksiologi Islam sehingga output pendidikan
memiliki wajah-wajah Islami dalam setiap tindak-tanduknya. Pengetahuan dan
niali Islam, sebagaimana yang di syaratkan dalam QS. Al-fusilat ayat 53,
terdapat tiga objek, yaitu objek afaqi, yang berkaitan dengan alam
fisik(baik dilangit maupun dibumi); objek anfusi, yang berkaitan dengan
alam fisikis(kejiwaan atu batiniyah); dan objek hakiki dan qur’ani yang
berkaitan dengan system nilai untuk mengarahkan kehidupan spiritual manusia.
3)
Kepada Peserta Didik. Pendidikan diberikan kepada
peserta didik sebagai subjek dan objek pendidikan. Dikatakan subjek karena ia
mengembangkan dan aktualisasi potensinya sendiri.sedankan pendidik menstimulasi
dalam pengembangan dan aktualisasi itu. Di katakana objek karena ia menjadi
sasaran dan transportasi ilmu pengetahuan dan nilai isalm, agar ilmu dan nilai
itu tetap lestari dri generasi ke generasi berikunya
4)
Melalui upaya pngajaran ,pembiasaan,bimbingn,pengasuhan pengawasandan
pemngembangan potensinya. Tugas pokok pendidikan
adalah memberikan pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan,
dan pengembanan potensi peserta didik agar terbentuk dan berkembang daya
kreativitas dan produktivitas tanpa mengabaikan potensi dasarnya.
5)
Guna Mencapai Keselarasan dan Kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat. Tujuan akhir pendidikan Islam adalah terciptanya insan kamil (insane
sempurna), yaitu manusia yang mampu menyelaraskan dan memenuhi kebutuhan dunia
dan akhirat; dan kebutuhan fisik, sosial, psikis, dan spiritual. Orientasi
Pendidikan Islam tidak hanya memenuhi hajat hidup jangka pendek, seperti
pemenuhan kebutuhan duniawi, tetapi juga memenuhi hajat hidup jangka panjang
seperti pemenuhan kebutuhan di akhirat kelak[4].
B. Visi pendidikan Islam
Kata visi berasal dari
kata inggris vision, yang mengandung arti penglihatan atau daya lihat,
pandangan, impian atau bayangan. Dalam bahasa arab, kata visi dapat diwakili
oleh kata nadz, jamaknya indazr, yang berarti seing
(Penglihatan), eye-sight (pandangan mata), vision (pandangan),
look(penglihatan), Gleance(Pandangan sekilas), Sight (Pemikiran), autlook(pandangan),
prospect(gambaran kedepan), View(peninjauan), aspech(bagian),
apparence(pewujudan), Epidence(pakta), Insight(Pandangan), Penetration(Penebusan
atau perembesan), Perception(pendapat), Comtemplation(merenung secara mendalam
dan menyendiri), examination(pelatihan berpikir), inspection(peninjauan),
study(kajian), Perusal, consideration(pertimbangan), reflection(ungkapan
pemikiran), Philosophical speculation(perenungan yang bersifat mendalam dan
pilosofis) dan theory(konsep yang sudah terumuskan dengan matang dan siap
diaplikasikan).
Selanjutnya jika konsep dan pengertian tentang visi tersebut dihubungkan dengan
pengertian Islam, maka visi pendidikan Islam dapat diartikan sebagai tujuan
jangka panjang, cita-cita masa depan, dan impian ideal yang ingin diwujudkan
oleh pendidikan Islam. Visi pendidikan Islam ini selanjutnya dapat menjadi
sumber motivasi, inspirasi, pencerahan, pegangan dan arah bagi perumusan misi,
tujuan, kurikulum, proses belajar, guru, stap, murid, managemen, lingkungan dan
lain sebagainya.
Visi pendidikan Islam sesungguhnya melekat pada cita-cita dan tujuan jangka
panjang itu sendiri, yaitu mewujudkan rahmat bagi seluruh umat manusia, sesuai
dengan firman Allah swt. ”Tidaklah kami utus engkau (Muhammad) melaikan agar
menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (Q.S al-Anbiya:107), ayat tersebut oleh
Imam Maroghiy ditafsirkan sebagai berikut : Bahwa tidaklah aku utus engkau(Muhammad)
dengan Al-qur’an ini, serta berbagai perumpamaan dari ajaran agama dan hukum
yang menjadi dasar rujukan untuk mencapai bahagia dunia dan akhirat, melainkan
agar menjadi rahmat dan petunjuk bagi mereka dalam segala urusan dunia dan
akhiratnya.
Dengan demikian, visi pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut:
“Menjadikan
pendidikan Islam sebagai peranata yang kuat, berwibawa, efektif, dan kredibel
dalan mewujudkan cita-cita ajaran Islam.”
Dengan visi tersebut, maka seluruh komponen pendidikan Islam sebagai mana
tersebut diatas, harus diarahkan kepada tercapainya visi tersebut. Visi itu
harus dipahami, dihayati, dan diamalkan oleh seluruh unsur yang terlibat dalam
kegiatan pendidikan. Jika pada sebuah perguruan tinggi misalnya, maka visi
tersebut harus dipahami, dihayati, dan diamalkan oleh rektor, pembantu rektor,
dekan, para pembantu dekan, ketua dan sekerataris jurusan, dan berbagai pihak
lain yang terkait. Dengan demikian, visi tersebut akan menjiwai seluruh pola
pikir dalam (mindset), tindakan dan kebijakan pengelola pendidikan. Pada
tahap selanjutnya visi tersebut akan menjadi budaya (culture) yang hidup
dan dirasakan manfaatnya oleh seluruh pihak, dan sekaligus membedakannya dengan
budaya yang terdapat pada perguruan tinggi lainya[5].
3. Misi Pendidikan Islam
Misi berasal
dari bahasa Inggris, Mission, yang memiliki arti tugas, perutusan, utusan, atau
misi. Ungkapan to play thirty mision misalnya, mengandung arti
mengedakan tugas penerbangan tiga puluh kali. Dengan demikian, misi terkait
dengan tugas, pekerjaan yang harus dilakukan dalam rangka mencapai visi yang
ditetapkan. Dalam kaitan ini terdapat kata misionary yang berarti perutusan
atau utusan yang diutus oleh seseorang atau lembaga untuk melakukan suatu
pekerjaan yang penting dan strategis. Seluruh pembawa risalah atau ajaran,
seperti para Nabi, wali, ulama dan da’i pada suatu kelopok suatu umat disebut
misionary.
Dari pengertian kebahasaan
tersebut, maka misi dapat diartikan sebagai tugas-tugas atau pekerjaan yang
harus dilaksanakan dalam rangka mencapai visi yang ditetapkan. Dengan demikian,
antara dan visi dan misi harus memiki hubungan funsional-simbiotik, yakni
saling mengisi dan timbal balik. Dari satu sisi visi mendasari rumusan misi,
sedangkan dari sisi lain, keberadaan misi akan menyebabkan tercapainya visi.
Misi merupakan jawaban atau perranyaan what are will doing (apa yang
akan dikerjakan !). Karena pekerjaan merupakan kegiatan maka misi harus berisi
berbagai kegiatan yang mengarah kepada tercapainya visi.
Berdasarkan uraian diatas, maka
misi pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Mendorong
timbulnya kesadaran umat manusia agar mau melakukan kegiatan belajar dan
mengajar.
Hal ini
sejalan dengan firman Allah swt. Dalam surat al-alaq ayat 1-5, yang artinya: “Bacalah
dengan (menyebut) nama robbmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah dan Rabbmu yang maha pemurah. Yang mengajarkan
(manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketaui.”
Perintah
membaca sebagai mana yang terdapat pada ayat tersebut sungguh mengejutkan bagi
masyarakat arab saat itu, karena belum menjadi budaya mereka. Budaya mereka
adalah menghafal yakni menghafal syair-syair yang didalmnya memberikan ajaran
tentang kehidupan yang harus mereka jalani. Dengan membaca ini timbulah
kegiatan penggalian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban yang
membawa kemajuan suatu bangsa.
2. Melaksanakan
kegiatan belajar mengajar sepanjang hayat.
Hal ini
sejalan dengan hadist Rasululloh saw. : “Tuntutlah Ilmu mulai dari buaian
hingga ke liang lahat”.(mutafaq alaih)
Hadist
tersebut mengandung isyarat tentang konsep belajar seumur hidup yaitu belajar
dan mengajar tidak hanya terbatas pada ruang kelas saja melainkan dimana saja
dan pada berbagai kesempatan. Hal ini sejalan pula dengan konsep pendidikan integreted
yakni belajar mengajar yang menyatu dengan berbagai kegiatan yang ada di
masyarakat.
3. Melaksanakan
program wajib belajar
Sabda Rasululloh saw.
:
Menuntut ilmu itu
adalah kewajiban bagi setiap muslim, dan sesungguhnya bagi yang menuntut ilmu
itu akan dimintakan ampunan oleh segala sesuatu hingga binatang yang ada
dilaut. (HR. Ibn Abdul al-Barr dari Annas).
4.Melaksanakan
pendidikan anak usia dini(PAUD)
Selain berdasarkan hadits, sebagaimana terdapat pada hadits tentang hadits
belajar, program pendidikan anak usia dini juga berdasarkan pada isyarat
Rasululloh saw. Dengan membangun rumah tangga, serta berbagai kewajiban orang
tua terhadap anaknya. Rasululloh saw misalnya menganjurkan agar seorang pria
memilih wanita calon istri yang taat beragama, sholihah dan berahlak mulia.
Manikahinya sesuai tuntunan agama, dan menggaulinya dengan cara yang ma’ruf
yakni etis, sopan, dan saling mencintai dan menyayangi. Kemudian suami istri banyak
berdo’a kepada Allah pada saat istri mengandung yakni do’a agar dikaruniai anak
yang sholeh dan sholihah. Kemudian pada saat bayi lahir keduanya memberi
makanan yang halal, baik dan bergizi seperti madu dan asi, memberi nama yang
baik, mencukur rambutnya membiasakan tingkah laku sopan terhadap orang tua,
kakek nenek dan sodara-sodaranya memberikan perhatian dan kasih sayang yang
cukup, mengajari bacaan al-qur’an membiasakan sholat dan mencegah serta
memeliharanya dari pergaulan dan pengaruh yang buruk. Semua perlakuan suami
istri terhadap anak nya ini memiliki arti dan fungsi yang sangat besar bagi
tumbuhnya pribadi anak yang sholeh dan sholehah serta berkpibadian yang utuh
dan sempurna.
5. Mengeluarkan
manusia dari kehidupan kegelapan kepada kehidupan yang terang benderang.
Allah berfirman dalam
QS. Al-Hadid ayat 9, “Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang
terang (al-qur’an) supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya
sesungguhnya Allah benar-benar Maha penyantun lagi Maha penyayang terhadamu”.
Berdasarkan pada ayat tersebut terdapat beberapa catatan sebagai berikut :
Adanya perintah Allah
kepada Nabi Muhammad saw. Agar mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada
cahaya yang terang benderang. Kegelapan pada ayat ini dapat mengandung arti
kebodohan, karena orang yang bodoh tidak dapat menjelaskan berbagai hal dalam
kehidupan yang amat luas dan komplek. Adapun cahaya yang terang benderang dapat
diartikan ilmu pengetahuan, karena dengan ilmu pengetdahuan itulah semua
kejadian dan peristiwa dalam kehidupan dapat dijelaskan.
Bahwa sumber ilmu
pengetahuan (cahaya) yang dapat mengeluarkan manusia dari kegelapan tersebut
yaitu al-Qur’an yang telah banyak dikaji isi dan kandungannya oleh para ulama.
Al-qur’an bukan hanya membahas masalah urusan ke akhiratan tetapi diurusan
duniawi, bukan hanya berisi ajaran yang berkaitan dengan pembinaan spiritual
dan moral melainkan juga pembinaan intelektual, sosial dan jasmani. Seluruh
aspek kehidupan manusia dibina secara utuh dan menyeluruh secara seimbang,
harmonis, serasi, dan proporsional.
6. Memberantas sikap
Jahiliyah.
Allah swt berfirman dalam qur’an surat al-fath ayat 6 yang artinya ketiak
orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan yaitu kesombongan
jahiliyah, lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada Orang-orang
mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat taqwa dan mereka berhak
dengan kalimat taqwa itu fan patut memilikinya. Dan Allah adalah Maha
Mengetahui segala sesuatu.
Menurut Imam al-Maroghi, bahwa ayat ini berkaitan dengan perjanjian Hudaibiyah,
yaitu perjanjian yang memuat semacam genjatan senjata dan menghentikan
permusuhan antara kaum muslimin dan musyikin mekah. Dalam dokumen perjanjian
tersebut mereka melaksanakan kehendaknya secara sepihak dan lebih menginginkan
keuntungan yang lebih besar. Walau perjanjian tersebut merugikan kaum muslimin
Rasululloh saw menerima perjanjian tersebut. Dengan penerimaan perjanjian ini,
beban yang Rasululoh tanggung teringankan dengan tidak terpecahnya perhatian
kepada dua kaum musyrikin Mekan dan kaum Yahudi Khoibar. Setelah Rasululloh
menumpas kaum Yahudi di Khoibarl, barulah Rasululloh memusatkan perhatiannya
untuk kembali menguasai Mekah. Perjanjian Hudaibiyah tersebut memperlihatkan
kecerdasan Rasululloh saw dalam mengatur siasat, mengorganisasikan kekuatan,
menganalisis permasalahan, dan menerapkan prioritas. Sebagian pengikut
Rasululloh saw yang tingkat kecerdasanya terbatas memandang bahwa keputusan
Rasul menerima perjanjian tersebut sebagai tindakan yang bodoh. Untunglah Abu
Bakar As Shidiq mengingatkan shohabat-shohabatnya agar tetap setia mengikuti
Rasululloh saw dan jangan merasa lebih tau dari Rasululloh saw. Sikap jahiliyah
juga dapat dilihat dari kekeliruan pola pikir yang mereka terapkan dalam
kehidupan. Misalnya menjadikan sesuatu yang sesungguhnya tidak dapat memberi
manfaat apapun sebagai tuhan-tuhan mereka.
7. Menyelamatkan
Manusia dari tepi jurang kehancuaran yang disebabkan karena pertikaian.
Allah swt berfirman
dalam QS. Ali-Imron ayat 103, yang artinya :
“Dan berpeganglah kamu
semua kedalam tali Agama Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah
akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu lalu menjadikan kamu karena
nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. Dan kamu telah berada ditepi jurang
Neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayatnya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
Ketika Islam datang, sebagaimana digambarkan oleh Ziauddin Alafi, Dunia
bagaikan barusaja dilanda gempa dahsyat dan sunami. Kehidupan mereka dalam
bidang shosial ditandai oleh kelompok suku, kabilah dan etnis yang antara satu
dan lainya tidak saling bersatu, dan sering berperang serta tidak lagi kepada
aturan Tuhan. Dalam bidang politik kehidupan mereka ditandai oleh kekuasaan
otoriter dan diktaktor yang didasarkan pada ketinggian harta, tahta dan
kasta.
8. Melakukan
pencerahan batin pada manusia agar sehat rohani dan jasmani
Allah swt berfirman :
“Dan kami turunkan
dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman dan Al-qur’an itu tidaklah menambah pada orang-orang yang dzolim
kecuali kerugian.” (QS, Al-Isra ayat 82).
Ayat tersebut berbicara tentang salah satu misi yang terkandung dalam al-Qur’an
yakni memperbaiki mental dan pola pikir masyarakat, sebagai modal utama bagi
perbaikan dibidang lain.
9. Menyadarkan
manusia agar tidak melakukan perbuatan yang menimbulkan bencana di muka bumi,
seperti permusuhan dan peperangan.
Allah swt.berfirman :
Dan janganlah kamu
membuat kerusakan dimuka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo’alah
kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan
dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik.(QS. AL-A’raf ayat 56)
10. Mengangkat
harkat dan martabat manusia sebagai mahluk yang paling sempurna dimuka bumi
Allah swt berfirman :
Dan sesungguhnya telah
kami mulyakan anak-anak Adam, kami angkat mereka didaratan dan dilautan. Kami
beri mereka rezeky yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan
yang sempurna atas kebanyakan mahluk yang telah kami ciptakan.(QS. Isra ayat
70).
Ayat
tersebut mengingatkan bahwa manusia diciptakan dalam setruktur fisik dan psikis
yang lengkap dan semupurna. Dengan kelengkapan jasmani dan rohani inilah
manusia dapat mengerjakan tugas-tugas yang berat, menciptakan kebudayaan dan
peradaban. Dan potensi manusia tersebut dapat terjadi manakala potensi tersebut
dikembangkan melalui pendidikan[6].
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari penjabaran di atas kita dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1) . Pendidikan Islam adalah “Proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai
Islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan,
pengasuhan, pengawasan dan pengembangan potensi.”
2) . Visi pendidikan Islam adalah “Menjadikan pendidikan
Islam sebagai peranata yang
kuat,
berwibawa, efektif, dan kredibel dalan mewujudkan cita-cita ajaran Islam.”
3) . Berdasarkan uraian
diatas, maka misi pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1. Mendorong
timbulnya kesadaran umat manusia agar mau melakukan
kegiatan
belajar dan mengajar.
2. Melaksanakan kegiatan belajar mengajar
sepanjang hayat.
3. Melaksanakan program wajib belajar.
4.
Melaksanakan pendidikan anak usia dini(PAUD)
5. Mengeluarkan manusia dari kehidupan kegelapan
kepada kehidupan yang
terang benderang.
6. Memberantas sikap Jahiliyah.
7. Menyelamatkan Manusia
dari tepi jurang kehancuaran yang disebabkan
karena pertikaian.
8. Melakukan pencerahan batin pada
manusia agar sehat rohani dan jasmani
9. Menyadarkan manusia agar tidak
melakukan perbuatan yang menimbulkan
bencana di muka bumi, seperti permusuhan dan
peperangan.
10. Mengangkat harkat dan martabat
manusia sebagai mahluk yang paling
sempurna
dimuka bumi.
3) Karakteristik pendidikan islam bisa ditinjau dari
pendidikan islam yang bersifat pesantren dan madrasah. Dari kedua lembaga
diatasa dapat dilihat bahwa pesantren merupakan sistem pendidikan yang
berorientasi pada pondok. Sedangkan madrasah merupakan sistem pendidikan islam
yang modern dan bentuknya pun sama persis
dengan lembaga pendidikan atau sekolah-sekolah umum
DAFTAR PUSTAKA
v Ahmad
Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam,(Bandung: PT. REMAJA ROSDAKARYA, 2012);
v Abdul Mujib
dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana 2010,
edisi pertama, Cetakan Ke-3);
v Abuddin
Nata, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta : Kencana Prenada Media Group).
v http://che-fikriy.blogspot.com/2011/12/visi-misi-dan-karakteristik-pendidikan.html waktu
: 31 Agustus 2013 jam 20:20 WIB;
MAKALAH VISI DAN MISI PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembahasan konsep dan teori tentang Pendidikan
Islam sampai kapanpun selalu saja relevan dan memiliki ruang yang cukup signifikan
untuk ditinjau ulang. Paling tidak terdapat tiga alasan mengapa hal itu terjadi
: Pertama pendidikan melibatkan sosok manusia yang senantiasa dinamis,
baik sebagai pendidik, peserta didik, maupun penanggung jawab pendidikan. Kedua
perlunya akan inovasi pendidikan akibat perkembangan saint dan teknologi. Ketiga
tuntunan gelobalsasi yang meleburkan sekat-sekat agama, ras, budaya, bahkn
falsafah satu bangsa. Ketiga alasan tersebut tentunya harus diikuti dan dijawab
oleh dunia pendidikan demi kelansungan hidup manusia dalam situasi yang serba
dinamik, inovatif, dan semakin mengglobal.
Makalah yang ada dihadapan ini merupakan salahsatu
jawaban terhadap permasalahan yang dialami umat islam atau bahkan umat manusia.
Aksentuasi pebahasan makalah ini lebih mengarah pada pendidikan yang
berlandaskan nilai-nilai ilahiyah, spiritual, dan akhlak, sekalipun melibatkan
seluruh komponen dasar pendidikan. Penekanan pada aspek ini disebabkan oleh
paradigma penyusunan makalah ini didasarkan atas nilai dogmatika Islam yang
diturunkan dari wahyu ilahi.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
a.
Apakah Definisi Pendidikan Islam ?
b.
Bagaimanakah visi-misi Pendidikan Islam ?
c.
Bagaimana karakteristik Pendidikan Islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pendidikan Islam
Kata “Islam” dalam “Pendidikan Islam” menunjukan warna pendidikan tertentu,
yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang islami, yaitu pendidikan
yang berdasaskan islam[1]. Untuk mengetahui definisi pendidikan islam yang komprehensif dan lugas
maka perlu bagi kita untuk mengetahui ta’rif atau definisi
pendidikan islam setidaknya dari dua sudut pandang yang sering digunakan dalam
setiap disiplin ilmu yaitu definisi secara Etimologi(bahasa) dan
Terminologi(Istilah), berikut akan dipaparkan pernciannya:
a. Pengertian Etimologi
Pendidikan Islam
Pendidikan dalam wacana keislaman lebih
populer dengan istilah tarbiyah, ta’lim, ta’dib(tatak rama), riadhoh,
irsyad, dan tadris[2]. Masing – masing
istilah tersebut memiliki keunikan makna tersendiri ketika sebagian atau
semuanya disebut bersamaan. Namun, kesemuanya akan memiliki makna yang sama
jika disebut salah satunya, sebab salah satu istilah itu sebenarnya mewakili
istilah yang lain. Atas dasar itu, dalam beberapa buku pendidikan Islam, semua
istilah itu digunakan secara bergantian dalam mewakili peristilahan pendidikan
islam.
1) Tarbiyah
Dalam leksikologi AlQur’an dan As-Sunnah tiak
ditemukan istilah al-tarbiyah, namun terdapat beberapa istilah kunci
yang seakar dengannya, yaitu al-rabb, rabbayani, murabbi, yurbi, dan rabbani.
Dalam mu’jam bahasa Arab, kata al-tarbiyyah memiliki tiga
akar kebahasaan, yaitu:
a.
Rabba, yarbu, tarbiyah : yang memiliki makna ‘tambah’
(zad) dan ‘berkembang’(nama). Pengertian ini juga didasarkan QS.
Ar-Rum ayat 39. “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
bertambah pada harta manusia, maka itu tidak menambah pada sisi Allah.”
Artinya, pendidikan (tarbiyah) merupakan proses menumbuhkan dan
mengembangkan apa yan ada pada diri peserta didik, baik secara fisik, psikis,
social, maupun spiritual.
b.
Rabba,
yurbi, tarbiyah : yang memiliki makna tumbuh (nasya’a) dan
menjadi besar atau dewasa (tara’ra'a). Artinya, pendidikan (tarbiyah)
merupakan usaha untuk menumbuhkan dan mendewasakan peserta didik, baik secara
fisik, psikis, social, maupun spiritual.
c.
Rabba, yarubbu, tarbiyah : yang memiliki makna
memperbaiki (ashlaha), menguasai urusan, memelihara dan merawat,
memperindah, memberi makan, mengasuh, tuan, memiliki, mengatur dan menjaga
kelestarian maupun eksistensinya. Artinya, pendidikan (tarbiyah)
merupakan usaha untuk memelihara, mengasuh, merawat, memperbaiki dan mengatur
kehidupan peserta didik, agar ia dapat survive lebih baik dalam
kehidupannya.
2). Ta’lim
Ta’lim merupakan kata benda buatan (masdar) yang berasal dari akar kata ‘allama.
Sebagian para ahli menerjemahakan istilah tarbiyah dengan pendidikan,
sedangkan ta’lim diterjemahkan dengan pengajaran. Kalimat allamahu
al-‘ilm memiliki arti mengajarkan ilmu padanya.
3). Ta’dib
Ta’dib lazimnya diterjemahkan dengan pendidikan sopan santum, tata krama, adab, budi pekerti, akhlak, moral, dan etika. Ta’dib yang seakar
dengan adab memilik arti pendidikan peradaban atau kebudayaan. Artinya, orang
yang berpendidikan adalah orang yang berperadaban, sebaliknya, peradaban yang
berkualitas dapat diraih melalui pendidikan[3].
Pengertian ini didasarkan
Hadits Nabi
. :

اَدَّبَنِى
رَبِّى فَاحْسَنَ تأْدِيْبِى
“Rabbku telah mendidiku, sehingga baiklah
pendidikanku.”
b. Pengertian
Terminologi Pendidikan Islam
Sebelum perumusan pengertian terminology pendidikan Islam berdasarkan
pengertian etimologi di atas, ada baiknya dikutip beberapa pengertian
pendidikan Islam terlebih dahulu yang dicetuskan oleh para ahli.
Pertama, Muhammad SA. Ibrahimi (Bangladesh) menyatakan: “Pendidikan
Islam dalam pandangan yang sebenarnya adalah suatu system pendidikan yang
memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai degan ideology
Islam, sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran
Islam.”
Kedua, Omar Muhammad al-Touni al-Syaibani mendefinisikan
Pendidiakan Islam dengan: “Proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan
pribadi, masyarakat dan alam sektiarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu
aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam
masyarakat”
Ketiga, Muhammad
Fadhil al-Jamali mengajukan pengertian pendidikan Islam :”Upaya mengembangkan,
mendorong serta mengejak manusia untuk lebih maju dengan berlandaskan
nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk peribadi
yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun
perbuatan.”
Keempat, Muhammad Javed al-Sahlani
mengartikan Pendidikan Islam dengan “Proses mendekatkan manusia kepada tingkat
kesempurnaan dan mengermbangkan kemampuannya.”
Kelima, hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960 dirumuskan
pendidikan Islam dengan :”Bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani
menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh,
dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.”
Berdasarkan beberapa pengertian yang dkemukakan oleh para ahli di atas,
serta beberapa pemahaman yang diturunkan dari beberapa istilah dalam pendidikan
Islam, seperti tarbiyah, ta’lim, ta’dib, maka pendidikan Islam dapat
dirumuskan sebagai berikut: “Proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai
Islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan,
pengasuhan, pengawasan dan pengembangan potensi.” Definisi ini memiliki lima
unsure pokok penddikan Islam, yaitu :
1) Proses transinternalisasi. Upaya dalam pendidikan Islam
dilakukan secara bertahap, berjenjang, terancang, terstruktur, sistematik, dan
terus-menerus dengan cara transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan
nilai Islam pada peserta didik.
2) Pengetahuan dan nilai
Islam. Materi yang diberikan kepada peserta didik adalah ilmu
pengetahuan dan nilai Islam, yaitu pengetahuan dan nilai yang diturunkan dari
Rabb (Ilahiyah). Atau materi yang memiliki
ktiteria epistemology dan aksiologi Islam sehingga output pendidikan
memiliki wajah-wajah Islami dalam setiap tindak-tanduknya. Pengetahuan dan
niali Islam, sebagaimana yang di syaratkan dalam QS. Al-fusilat ayat 53,
terdapat tiga objek, yaitu objek afaqi, yang berkaitan dengan alam
fisik(baik dilangit maupun dibumi); objek anfusi, yang berkaitan dengan
alam fisikis(kejiwaan atu batiniyah); dan objek hakiki dan qur’ani yang
berkaitan dengan system nilai untuk mengarahkan kehidupan spiritual manusia.
3) Kepada Peserta Didik. Pendidikan diberikan kepada
peserta didik sebagai subjek dan objek pendidikan. Dikatakan subjek karena ia
mengembangkan dan aktualisasi potensinya sendiri.sedankan pendidik menstimulasi
dalam pengembangan dan aktualisasi itu. Di katakana objek karena ia menjadi
sasaran dan transportasi ilmu pengetahuan dan nilai isalm, agar ilmu dan nilai
itu tetap lestari dri generasi ke generasi berikunya
4) Melalui upaya pngajaran ,pembiasaan,bimbingn,pengasuhan pengawasandan
pemngembangan potensinya. Tugas pokok pendidikan
adalah memberikan pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan,
dan pengembanan potensi peserta didik agar terbentuk dan berkembang daya
kreativitas dan produktivitas tanpa mengabaikan potensi dasarnya.
5) Guna Mencapai Keselarasan dan Kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat. Tujuan akhir pendidikan Islam adalah terciptanya insan kamil (insane
sempurna), yaitu manusia yang mampu menyelaraskan dan memenuhi kebutuhan dunia
dan akhirat; dan kebutuhan fisik, sosial, psikis, dan spiritual. Orientasi
Pendidikan Islam tidak hanya memenuhi hajat hidup jangka pendek, seperti
pemenuhan kebutuhan duniawi, tetapi juga memenuhi hajat hidup jangka panjang
seperti pemenuhan kebutuhan di akhirat kelak[4].
2.2. Visi pendidikan Islam
Kata visi berasal dari kata inggris vision, yang mengandung arti
penglihatan atau daya lihat, pandangan, impian atau bayangan. Dalam bahasa
arab, kata visi dapat diwakili oleh kata nadz, jamaknya indazr,
yang berarti seing (Penglihatan), eye-sight (pandangan mata),
vision (pandangan), look(penglihatan), Gleance(Pandangan sekilas), Sight
(Pemikiran), autlook(pandangan), prospect(gambaran kedepan),
View(peninjauan), aspech(bagian), apparence(pewujudan), Epidence(pakta),
Insight(Pandangan), Penetration(Penebusan atau perembesan),
Perception(pendapat), Comtemplation(merenung secara mendalam dan menyendiri),
examination(pelatihan berpikir), inspection(peninjauan), study(kajian),
Perusal, consideration(pertimbangan), reflection(ungkapan pemikiran),
Philosophical speculation(perenungan yang bersifat mendalam dan pilosofis) dan
theory(konsep yang sudah terumuskan dengan matang dan siap diaplikasikan).
Selanjutnya jika konsep dan pengertian tentang visi tersebut dihubungkan dengan
pengertian Islam, maka visi pendidikan Islam dapat diartikan sebagai tujuan
jangka panjang, cita-cita masa depan, dan impian ideal yang ingin diwujudkan
oleh pendidikan Islam. Visi pendidikan Islam ini selanjutnya dapat menjadi
sumber motivasi, inspirasi, pencerahan, pegangan dan arah bagi perumusan misi,
tujuan, kurikulum, proses belajar, guru, stap, murid, managemen, lingkungan dan
lain sebagainya.
Visi pendidikan Islam sesungguhnya melekat pada cita-cita dan tujuan jangka
panjang itu sendiri, yaitu mewujudkan rahmat bagi seluruh umat manusia, sesuai
dengan firman Allah swt. ”Tidaklah kami utus engkau (Muhammad) melaikan agar
menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (Q.S al-Anbiya:107), ayat tersebut oleh
Imam Maroghiy ditafsirkan sebagai berikut : Bahwa tidaklah aku utus
engkau(Muhammad) dengan Al-qur’an ini, serta berbagai perumpamaan dari ajaran
agama dan hukum yang menjadi dasar rujukan untuk mencapai bahagia dunia dan
akhirat, melainkan agar menjadi rahmat dan petunjuk bagi mereka dalam segala
urusan dunia dan akhiratnya.
Dengan demikian, visi pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut:
“Menjadikan
pendidikan Islam sebagai peranata yang kuat, berwibawa, efektif, dan kredibel
dalan mewujudkan cita-cita ajaran Islam.”
Dengan visi tersebut, maka seluruh komponen pendidikan Islam sebagai mana
tersebut diatas, harus diarahkan kepada tercapainya visi tersebut. Visi itu
harus dipahami, dihayati, dan diamalkan oleh seluruh unsur yang terlibat dalam
kegiatan pendidikan. Jika pada sebuah perguruan tinggi misalnya, maka visi
tersebut harus dipahami, dihayati, dan diamalkan oleh rektor, pembantu rektor,
dekan, para pembantu dekan, ketua dan sekerataris jurusan, dan berbagai pihak
lain yang terkait. Dengan demikian, visi tersebut akan menjiwai seluruh pola
pikir dalam (mindset), tindakan dan kebijakan pengelola pendidikan. Pada
tahap selanjutnya visi tersebut akan menjadi budaya (culture) yang hidup
dan dirasakan manfaatnya oleh seluruh pihak, dan sekaligus membedakannya dengan
budaya yang terdapat pada perguruan tinggi lainya[5].
2.3. Misi Pendidikan Islam
Misi berasal
dari bahasa Inggris, Mission, yang memiliki arti tugas, perutusan, utusan, atau
misi. Ungkapan to play thirty mision misalnya, mengandung arti
mengedakan tugas penerbangan tiga puluh kali. Dengan demikian, misi terkait
dengan tugas, pekerjaan yang harus dilakukan dalam rangka mencapai visi yang
ditetapkan. Dalam kaitan ini terdapat kata misionary yang berarti perutusan atau
utusan yang diutus oleh seseorang atau lembaga untuk melakukan suatu pekerjaan
yang penting dan strategis. Seluruh pembawa risalah atau ajaran, seperti para
Nabi, wali, ulama dan da’i pada suatu kelopok suatu umat disebut misionary.
Dari pengertian kebahasaan
tersebut, maka misi dapat diartikan sebagai tugas-tugas atau pekerjaan yang
harus dilaksanakan dalam rangka mencapai visi yang ditetapkan. Dengan demikian,
antara dan visi dan misi harus memiki hubungan funsional-simbiotik, yakni
saling mengisi dan timbal balik. Dari satu sisi visi mendasari rumusan misi,
sedangkan dari sisi lain, keberadaan misi akan menyebabkan tercapainya visi.
Misi merupakan jawaban atau perranyaan what are will doing (apa yang
akan dikerjakan !). Karena pekerjaan merupakan kegiatan maka misi harus berisi
berbagai kegiatan yang mengarah kepada tercapainya visi.
Berdasarkan uraian diatas,
maka misi pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Mendorong
timbulnya kesadaran umat manusia agar mau melakukan kegiatan belajar dan
mengajar.
Hal ini
sejalan dengan firman Allah swt. Dalam surat al-alaq ayat 1-5, yang artinya: “Bacalah
dengan (menyebut) nama robbmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah dan Rabbmu yang maha pemurah. Yang mengajarkan
(manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketaui.”
Perintah
membaca sebagai mana yang terdapat pada ayat tersebut sungguh mengejutkan bagi
masyarakat arab saat itu, karena belum menjadi budaya mereka. Budaya mereka
adalah menghafal yakni menghafal syair-syair yang didalmnya memberikan ajaran
tentang kehidupan yang harus mereka jalani. Dengan membaca ini timbulah
kegiatan penggalian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban yang
membawa kemajuan suatu bangsa.
2. Melaksanakan
kegiatan belajar mengajar sepanjang hayat.
Hal ini
sejalan dengan hadist Rasululloh saw. : “Tuntutlah Ilmu mulai dari buaian
hingga ke liang lahat”.(mutafaq alaih)
Hadist
tersebut mengandung isyarat tentang konsep belajar seumur hidup yaitu belajar
dan mengajar tidak hanya terbatas pada ruang kelas saja melainkan dimana saja
dan pada berbagai kesempatan. Hal ini sejalan pula dengan konsep pendidikan integreted
yakni belajar mengajar yang menyatu dengan berbagai kegiatan yang ada di
masyarakat.
3. Melaksanakan
program wajib belajar
Sabda Rasululloh saw.
:
Menuntut ilmu itu
adalah kewajiban bagi setiap muslim, dan sesungguhnya bagi yang menuntut ilmu
itu akan dimintakan ampunan oleh segala sesuatu hingga binatang yang ada
dilaut. (HR. Ibn Abdul al-Barr dari Annas).
4.Melaksanakan
pendidikan anak usia dini(PAUD)
Selain berdasarkan hadits, sebagaimana terdapat pada hadits tentang hadits
belajar, program pendidikan anak usia dini juga berdasarkan pada isyarat Rasululloh
saw. Dengan membangun rumah tangga, serta berbagai kewajiban orang tua terhadap
anaknya. Rasululloh saw misalnya menganjurkan agar seorang pria memilih wanita
calon istri yang taat beragama, sholihah dan berahlak mulia. Manikahinya sesuai
tuntunan agama, dan menggaulinya dengan cara yang ma’ruf yakni etis, sopan, dan
saling mencintai dan menyayangi. Kemudian suami istri banyak berdo’a kepada
Allah pada saat istri mengandung yakni do’a agar dikaruniai anak yang sholeh
dan sholihah. Kemudian pada saat bayi lahir keduanya memberi makanan yang
halal, baik dan bergizi seperti madu dan asi, memberi nama yang baik, mencukur
rambutnya membiasakan tingkah laku sopan terhadap orang tua, kakek nenek dan
sodara-sodaranya memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup, mengajari
bacaan al-qur’an membiasakan sholat dan mencegah serta memeliharanya dari
pergaulan dan pengaruh yang buruk. Semua perlakuan suami istri terhadap anak
nya ini memiliki arti dan fungsi yang sangat besar bagi tumbuhnya pribadi anak
yang sholeh dan sholehah serta berkpibadian yang utuh dan sempurna.
5. Mengeluarkan
manusia dari kehidupan kegelapan kepada kehidupan yang terang benderang.
Allah berfirman dalam
QS. Al-Hadid ayat 9, “Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang
terang (al-qur’an) supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya
sesungguhnya Allah benar-benar Maha penyantun lagi Maha penyayang terhadamu”.
Berdasarkan pada ayat tersebut terdapat beberapa catatan sebagai berikut :
Adanya perintah Allah
kepada Nabi Muhammad saw. Agar mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada
cahaya yang terang benderang. Kegelapan pada ayat ini dapat mengandung arti
kebodohan, karena orang yang bodoh tidak dapat menjelaskan berbagai hal dalam
kehidupan yang amat luas dan komplek. Adapun cahaya yang terang benderang dapat
diartikan ilmu pengetahuan, karena dengan ilmu pengetdahuan itulah semua
kejadian dan peristiwa dalam kehidupan dapat dijelaskan.
Bahwa sumber ilmu
pengetahuan (cahaya) yang dapat mengeluarkan manusia dari kegelapan tersebut
yaitu al-Qur’an yang telah banyak dikaji isi dan kandungannya oleh para ulama.
Al-qur’an bukan hanya membahas masalah urusan ke akhiratan tetapi diurusan
duniawi, bukan hanya berisi ajaran yang berkaitan dengan pembinaan spiritual
dan moral melainkan juga pembinaan intelektual, sosial dan jasmani. Seluruh
aspek kehidupan manusia dibina secara utuh dan menyeluruh secara seimbang,
harmonis, serasi, dan proporsional.
6. Memberantas sikap
Jahiliyah.
Allah swt berfirman dalam qur’an surat al-fath ayat 6 yang artinya ketiak
orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan yaitu kesombongan
jahiliyah, lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada Orang-orang
mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat taqwa dan mereka berhak
dengan kalimat taqwa itu fan patut memilikinya. Dan Allah adalah Maha
Mengetahui segala sesuatu.
Menurut Imam al-Maroghi, bahwa ayat ini berkaitan dengan perjanjian Hudaibiyah,
yaitu perjanjian yang memuat semacam genjatan senjata dan menghentikan
permusuhan antara kaum muslimin dan musyikin mekah. Dalam dokumen perjanjian
tersebut mereka melaksanakan kehendaknya secara sepihak dan lebih menginginkan
keuntungan yang lebih besar. Walau perjanjian tersebut merugikan kaum muslimin
Rasululloh saw menerima perjanjian tersebut. Dengan penerimaan perjanjian ini,
beban yang Rasululoh tanggung teringankan dengan tidak terpecahnya perhatian
kepada dua kaum musyrikin Mekan dan kaum Yahudi Khoibar. Setelah Rasululloh
menumpas kaum Yahudi di Khoibarl, barulah Rasululloh memusatkan perhatiannya
untuk kembali menguasai Mekah. Perjanjian Hudaibiyah tersebut memperlihatkan
kecerdasan Rasululloh saw dalam mengatur siasat, mengorganisasikan kekuatan,
menganalisis permasalahan, dan menerapkan prioritas. Sebagian pengikut
Rasululloh saw yang tingkat kecerdasanya terbatas memandang bahwa keputusan
Rasul menerima perjanjian tersebut sebagai tindakan yang bodoh. Untunglah Abu
Bakar As Shidiq mengingatkan shohabat-shohabatnya agar tetap setia mengikuti
Rasululloh saw dan jangan merasa lebih tau dari Rasululloh saw. Sikap jahiliyah
juga dapat dilihat dari kekeliruan pola pikir yang mereka terapkan dalam
kehidupan. Misalnya menjadikan sesuatu yang sesungguhnya tidak dapat memberi
manfaat apapun sebagai tuhan-tuhan mereka.
7. Menyelamatkan
Manusia dari tepi jurang kehancuaran yang disebabkan karena pertikaian.
Allah swt berfirman
dalam QS. Ali-Imron ayat 103, yang artinya :
“Dan berpeganglah kamu
semua kedalam tali Agama Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah
akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu lalu menjadikan kamu karena
nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. Dan kamu telah berada ditepi jurang
Neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayatnya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
Ketika Islam datang, sebagaimana digambarkan oleh Ziauddin Alafi, Dunia
bagaikan barusaja dilanda gempa dahsyat dan sunami. Kehidupan mereka dalam
bidang shosial ditandai oleh kelompok suku, kabilah dan etnis yang antara satu
dan lainya tidak saling bersatu, dan sering berperang serta tidak lagi kepada
aturan Tuhan. Dalam bidang politik kehidupan mereka ditandai oleh kekuasaan
otoriter dan diktaktor yang didasarkan pada ketinggian harta, tahta dan
kasta.
8. Melakukan
pencerahan batin pada manusia agar sehat rohani dan jasmani
Allah swt berfirman :
“Dan kami turunkan
dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman dan Al-qur’an itu tidaklah menambah pada orang-orang yang dzolim
kecuali kerugian.” (QS, Al-Isra ayat 82).
Ayat tersebut berbicara tentang salah satu misi yang terkandung dalam al-Qur’an
yakni memperbaiki mental dan pola pikir masyarakat, sebagai modal utama bagi
perbaikan dibidang lain.
9. Menyadarkan
manusia agar tidak melakukan perbuatan yang menimbulkan bencana di muka bumi,
seperti permusuhan dan peperangan.
Allah swt.berfirman :
Dan janganlah kamu
membuat kerusakan dimuka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo’alah
kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan
dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik.(QS. AL-A’raf ayat 56)
10. Mengangkat
harkat dan martabat manusia sebagai mahluk yang paling sempurna dimuka bumi
Allah swt berfirman :
Dan sesungguhnya telah
kami mulyakan anak-anak Adam, kami angkat mereka didaratan dan dilautan. Kami
beri mereka rezeky yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan
yang sempurna atas kebanyakan mahluk yang telah kami ciptakan.(QS. Isra ayat
70).
Ayat
tersebut mengingatkan bahwa manusia diciptakan dalam setruktur fisik dan psikis
yang lengkap dan semupurna. Dengan kelengkapan jasmani dan rohani inilah
manusia dapat mengerjakan tugas-tugas yang berat, menciptakan kebudayaan dan
peradaban. Dan potensi manusia tersebut dapat terjadi manakala potensi tersebut
dikembangkan melalui pendidikan[6].
2.4. Karakteristik lembaga pendidikan
islam
Pendidikan
islam sebenarnya memiliki cakupan yang cukup luas, seperti yang dikemukakan Zarkowi
Soejoeti (1986), pendidikan islam didefinisikan dalam tiga pengertian,
yakni: pertama, pendidikan islam adalah jenis pendidikan yang pendirian
dan penyelenggaraannya didorong oleh hasrat dan semangat cita-cita untuk
menngejewantahkan nilai-nilai islam; kedua,jenis pendidikan yang
memberikan perhatian yang sekaligus menjadikan ajaran agama islam sebagai
pengetahuan untuk program studi yang diselenggarakan; ketiga, jenis
pendidikan yang mencakup kedua pengertian di atas.
Secara
kelembagaan, terutama dalam konteks Indonesia, pembicaraan mengenai pendidikan
islam sebenarnya lebih diwarnai oleh dua model pendidikan, yakni pendidikan
dalam bentuk pasantren dan pendidikan madrasah. Sebab itu lebh jauh
karakteristik kedua lembaga ini akan diuraikan dalam pembahasan di bawah ini.
1). Karakteristik pondok pesantren
a. Tinjauan
umum pesantren
Pada
dasarnya pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan islam yang dikelola
secara konvensional dan dilaksanankan dengan system asrama (pondok) dengan kyai
sebagai sentra utama serta mesid sebagai pusat lembaganya (Syarif, 1983:5).
Dalam studinya, Rahardjo (1985) menyimpulkan bahwa sejak awal
pertumbuhannya, pesantren mempunyai bentuk yang beragam sehingga tidak ada
suatu standarisasi yang berlaku bagi semua pesantren. Namun demikian dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan pesantren tampak adanya pola umum, yang
diambil dari makna peristilahan pesantren itu sendiri yang menunjukkan adanya
suatu pola tertentu (Sunyoto, 1990:12).
Karakteristik
lain yang melekat pada pondok pesantren menurut K.H. Abdullah Syukri
Zarkasyi (1999:221) adalah adanya system nilai dalam pesantren yang menjadi
jiwa hidup serta orientasi pendidikan pesantren pada umumnya, seperti
keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, ukhuwah islamiyah, dan kebebasan.
b. Tipologi
pondok pesantren
Secara garis
besar, lembaga pesantren dapat digolongkan menjadi dua tipologi, yaitu
tipologi, yaitu tipe pesantren salafi dan tipe pesantren khalafi (Yacub,
1984:36). Pesantren salafi yaitu pesantren yang tetpa mempertahankan
system (materi pengajaran) yang sumbernya kitab-kitab klasik islam atau kitab dengan
huruf arab “gundul”. System sorogan (individual) menjadi sendi utama yang
diterapkan. Pengetahuan non agama tidak diajarkan. sementara pesantren khalafi
yaitu system pesantren yang menerapkan system madrasah, yaitu pengajaran
secara klasikal, dan memasukan pengetahuan umum dan bahasa non Arab dalam
kurikulum. Dan pada akhir-akhir ini menambahkan dengan berbagai keterampilan.
c. Karakteristik
pengelolaan pendidikan pesantren
Di samping
telah terjadi pergeseran pada pesantren seperti yang disebutkan di atas,
karakteriistik pesantren yang mengarah pada fiqh-sufistik dalam maknanya
yang sempit, dewasa ini juga brelatif banyak. Pandangan sufistik yang bersifat
teosentris ini sangat menekankan dan lebih memilih “budaya hidup asketis” yang
disimbolkan oleh pola hidup kesederhanaan baik secara sosial maupun ekonomi.
Komunitas pesantren terutama disimbolkan para santri, sangat menekankan
kehidupan model sufistik ini, mulai dari soal pakaian, tempat tidur, ruang
belajar, tempat memasak, kamar mandi, selain bersifat sangat sederhana juga
tampak “kotor”. Jadi ketika mereka memahami bagaimana cara-cara hidup sehat
maka cenderung berkonotasi “spiritual” (Mastuhu, 1999; 127-129)
Selanjutnya
untuk melihat karakteristik pengelolaan pesantren serta usaha-usaha yang telah
dilakukan dalam beberapa pesantren terhadap pembahruan system pendidikan san
pengelolaannya dapat dibandingkan antara dulu, sekarang dan kecenderungan
mendatang, antara lain dapat dideskripsikan sebagai berikut (Mastuhu,
1994; 154-157)
Dinamika System Pendidikan Pesantren
Dulu, Sekarang dan Mendatang
Hal
|
Tradisionalis
|
Sekarang dan mendatang
|
Status
|
-
Uzlah
-
Milik pribadi
|
-
Sub system pendidikan nasional
-
Milik institusi/yayasan
|
Jenis pendidikan
|
-
Pesantren non formal (PNF)
|
-
Pesantren (PNF)
-
Madrasah
-
Sekolah Umum (PF)
-
Perguruan Tinggi (PF)
|
Sifat
|
-
Bebas waktu, tempat, bebas biaya
& syarat
|
-
Masih berlaku bagi PNF dan tidak
berlaku untuk PF
|
Tujuan
|
-
Agama (ukhrawi)
-
Memahami dan meng- amalkan secara
tekstual
|
-
Agama (duniawi)
-
Memahami dan mengamalkannya sesuai
dengan tempat dan zamannya
|
Bahasa pengantar
|
-
Arab
-
Daerah
|
-
Indonesia
-
Daerah
-
Arab
-
Inggris
|
Kepemimpinan
|
-
Karismatik
|
-
Rasional
|
Corak Kehidupan
|
-
Fikih-Sufistik
-
Orientasi Ukhrawi
-
Sakral
-
Manusia sebagai objek (fatalistik)
|
-
Fikih-sufistik+ilmu
-
Ukhrawi + dunia
-
Sakral + profan
-
Manusia sebagai objek + subjek
(vitalistik)
|
Perpustakaan dokumentasi dan alat pendidikan
|
-
Tidak ada
-
Manual
|
-
Ada
-
Manual, Elektronika
-
Computer, dst
|
Air
|
-
“dua kullah”
|
-
Kran/ledeng
|
Asrama
|
-
Hidup bersama menerima, memiliki
ilmu dan mengamal- kannya
|
-
Hidup bersama
-
Dialog
-
Menjadikan ilmu sebagai sarana
pengembangan diri
|
Pengurus
|
-
Mengabdi Kyai
|
-
Bertanggung jawab pada unit
kerjanya
-
Membeikan masukan/perimbangan Kyai
|
2. Karakteristik
Madrasah
a. Tinjauan
Umum Madrasah
Keberadaan
madrasah seperti sekarang ini merupakan akumulasi berbagai macam budaya dan
tradisi pendidikan yang berkembang di Indonesia. Mulai dan tradisi pra-sejarah
atau tradisi asli, tradisi hindu-budha, tradisi Islam, dan tradisi barat atau
modern (Malik Fadjar,1998:19), oleh sebab itu, madrasah telah menjadi
salah satu wujud entitas budaya bangsa Indonesia yang telah menjalani proses
sosialisasi yang relatif intensif dan dalam waktu yang cukup panjang itu telah
memainkan peran tersendiri dalam panggung pembentukan peradaban bangsa.
Sebelum
terbentuk sistem madrasah, pada awalnya proses pendidikan dan pengajaran
dilaksanakan di masjid dan pesantren. Setelah terbuka dan semakin kuatnya
proses pembentukan “Intelektual Webs” (jaringan intelektual) di kalangan
umat islam dengan haramain sebagai sumber tempat yang “asli” nuansa mistik yang
kental di pondok pesantren lambat laun semakin berkurang dan bergerak ke arah
proses ortodoksi, atau oleh pengamat peradaban di Indonesia menyebut adanya
proses bergerak dari islam yang bercorak mistik menuju ke Islam Sunni ( Malik
Fadjar, 1998: 22 ).
Dalam
perkembangan selanjutnya, terutama dua dekade terakhir ini, madrasah mengalami
polarisasi pengembangan seiring dengan tuntutan zamannya, berbagai macam
kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengembangkan madrasah ini,
yang antara lain adalah diterapkannya madrasah aliyah program khusus (MAPK)
pada tahun 1987, yang kemudian diganti namanya menjadi Madrasah Aliyah
Keagamaan (MAK) pada thun 1994.
b. karakteristik
Madrasah : kekuatan, kelemahan, dan peluang
Sebagai
lembaga pendidikan yang mempunyai cirri khas Islam, madrasah memegang peran
penting dalam proses pembentukan kepribadian anak didik, karena melalui
pendidikan madrasah ini pada orang tua berharap agar anak-anaknya memiliki dua
kemampuan sekaligus, tidak hanya pengetahuan umum ( IPTEK ) tetapi juga
memiliki kepribadian dan komitmen yang tinggi terhadap agamanya (IMTAK ). Oleh
sebab itu jika memahami benar harapan orang tua ini maka sebenarnya madrasah
memiliki prospek yang cerah.
Di sisi
lain, jika dilihat dari kesejarahnya, madrasah memiliki akar budaya yang kuat
di tengah-tengah masyarakat, sebab itu madrasah sudah menjadi milik masyarakat.
Apabila dewasa ini banyak ahli berbicara tentang inovasi pendidikan nasional
untuk melahirkan pendidikan yang dikelola masyarakat ( community based
management ), maka madrasah dan termasuk juga pesantren merupakan model dari
pendidikan tersebut.
Akan tetapi,
menurut Malik Fadjar (1998:35) dari sekian puluh ribu madrasah yang
tersebar di seluruh pelosok tanah air ini sebagian besar masih bergumul dengan
persoalan berat yang sangat menentukan hidup dan matinya madrasah, sehingga
nilai tawar semakin rendah dan semakin termaginalkan.
Jika dilihat
dari kecenderungan atau gejala sosial baru yang terjadi di masyarakay
akhir-akhir ini yang berimplikasi pada tuntutan dan harapan tentang model
pendidikan yang mereka harapkan, maka sebenarnya madrasah memiliki potensi dan
peluang besar untuk menjadi lternatif pendidikan masa depan. Kecenderungan
tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
Pertama,terjadinya mobilitas sosial yakni munculnya masyarakat
menengah baru terutama kaum intelektual yang akhir-akhir ini mengalami
perkembangan pesat. Kelas menengah baru senantiasa memiliki peran besar
terhadap transformasi sosial. Di bidang pendidikan misalnya, akan berimplikasi
pada tuntutan terhadap fasilitas pendidikan yang sesuai aspirasinya, baik
cita-citanya maupun status sosialnya. Karena itu lembaga pendidikan yang mampu
merespons dan mengapresiasi tuntutan masyarakat tersebuts secara cepat
dan cerdas akan menjadi pilihan masyarakat ini.
Kedua, munculnya kesadaran baru dalam Beragama
(santrinisasi), terutama pada masyarakat perkotaan kelompok masyarakat menengah
atas, sebagai akibat dari proses re-islamisasi yang dilakukan secara intens
oleh organisasi-organisasi keagamaan, lembaga-lembaga dakwah, atau yang
dilakukan secara perorangan. Terjadinya santrinisasi masyarakt elit tersebut
akan berimplikasi pada tuntutan dan harapan akan pendidikan yang mengaspirasikan
status sosial dan keagamaanya, sebab itu pemilihan lembaga pendidikan
pendidikan pada nantinya akan didasarkan minimal pada dua hal tersebut, yakni
status sosial dan agama (teologis).
Ketiga,arus globalisasi dan modernisasi yang demikian cepat
perlu disikapi secara arif. Menghadapi modernisasi dengan berbagai macam
dampaknya perlu dipersiapkan manusia-manusia yang memiliki dua kompetensi
sekaligus, yakni ilmu pengetahuan dan tehnologi (IPTEK) dan nilai-nilai
spiritual keagamaan (IMTAK). Kelemahan di salah satu kompetensi tersebut
menjadikan perkembangan anak tidak seimbang, yng pada akhirnya akan menciptakan
pribadi yang pincang (split personality).
Alasan
masyarakat memilih lembaga pendidikan sendiri paling tidak ada didasarkan pada
lima kategori sebagai beriku :
Pertama,
alas an teologis. Alas an ini didasarkan pada kecenderungan global sekarang ini
dimana nilai-nilai agama dan moralitas menjadi taruhan seiring dengan arus
globalisasi tersebut, sebab itu orang tua berfikir agar bagaimana di tengah
arus globalisasi tersebut, sejak dini anak-anak sudah dibentengi dengan bekal
moralitas dan agama.
Kedua,
alasan sosiologis, berdasarkan alasan ini pemilihan lembaga pendidikan adalah
didasarkan pada seberapa jauh lembaga pendidikan dapat memenuhi peran-peran
sosiologis, yakni alokasi posisionil berupa kedudukan dan peran penting dalam
kehidupan sosial yang memungkinkan terjadinya mobilitas sosial, peran
mengukuhkan status sosial, dan peran untuk meningkatkan prestise seseorang di
masyarakat.
Ketiga,
alasan fisiologis, alasan ini didasarkan pada faktor-faktor eksternal yang
bersifat fisik, bersifat fisik, seperti letak dan kondisi geografis, bangunan
fisik, lingkungan pendidikan, sarana dan prasarana serta fasilitas pendidikan,
dan seterusnya.
Keempat,
alasan akademis. Alasan ini didasarkan pada prestasi dan performa lembaga
pendidikan yang menunjukkan bahwa lembaga pendidikan yang menunjukkan bahwa
lembaga pendidikan tersebut dikelola secara profesional.
Kelima,
alasan ekonomis. Alasan ini didasarkan pada tinggi rendahnya biaya pendidikan
di lembaga bersangkutan. Bagi masyarakat menengah ke bawah permasalahan biaya
menjadi masalah penting, sebaliknya bagi masyarakat elit tingginya biaya
pendidikan kadang menjadi ukuran bahwa lembaga pendidikan tersebut unggul,elit,prestise
dan menjanjikan[7].
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari penjabaran di atas kita dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1) . Pendidikan Islam adalah
“Proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam kepada peserta didik
melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan dan
pengembangan potensi.”
2) . Visi pendidikan Islam adalah “Menjadikan
pendidikan Islam sebagai peranata yang kuat, berwibawa, efektif, dan kredibel
dalan mewujudkan cita-cita ajaran Islam.”
3)
. Berdasarkan
uraian diatas, maka misi pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Mendorong
timbulnya kesadaran umat manusia agar mau melakukan kegiatan belajar dan
mengajar.
2. Melaksanakan
kegiatan belajar mengajar sepanjang hayat.
3. Melaksanakan
program wajib belajar.
4.Melaksanakan
pendidikan anak usia dini(PAUD)
5. Mengeluarkan
manusia dari kehidupan kegelapan kepada kehidupan yang terang benderang.
6. Memberantas sikap
Jahiliyah.
7. Menyelamatkan
Manusia dari tepi jurang kehancuaran yang disebabkan karena pertikaian.
8. Melakukan
pencerahan batin pada manusia agar sehat rohani dan jasmani
9. Menyadarkan manusia
agar tidak melakukan perbuatan yang menimbulkan bencana di muka bumi, seperti
permusuhan dan peperangan.
10. Mengangkat harkat
dan martabat manusia sebagai mahluk yang paling sempurna dimuka bumi.
3) Karakteristik pendidikan islam bisa ditinjau dari
pendidikan islam yang bersifat pesantren dan madrasah. Dari kedua lembaga
diatasa dapat dilihat bahwa pesantren merupakan sistem pendidikan yang
berorientasi pada pondok. Sedangkan madrasah merupakan sistem pendidikan islam
yang modern dan bentuknya pun sama persis
dengan lembaga pendidikan atau sekolah-sekolah umum
DAFTAR PUSTAKA
v Ahmad
Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam,(Bandung: PT. REMAJA ROSDAKARYA, 2012);
v Abdul Mujib
dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana 2010,
edisi pertama, Cetakan Ke-3);
v Abuddin
Nata, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta : Kencana Prenada Media Group).
v http://che-fikriy.blogspot.com/2011/12/visi-misi-dan-karakteristik-pendidikan.html waktu
: 31 Agustus 2013 jam 20:20 WIB;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar