(Penulis: Dra. Zuhairini, dkk
A.
Pengertian Sejarah Pendidikan Islam
Pengertian tentang sejarah
pendidikan Islam dalam bahasa inggris di sebut history yang berarti uraian
secara tertib tentang kejadian di masa lampau .sedangkan secara istilah sejarah
di artikan sebagai sejumlah keadaan dan peristiwa yang terjadi di masa lampau
dan benar-benar terjadi pada diri individual dan masyarakat sebagaiman
benar-benar terjadi.jadi dapat kita ambil kesimpulan bahwa sejarah adalah:
a. Catatan
peristiwa tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam dari sejarah
lahir nya hingga sekarang.
b. Satu cabang
ilmu pengetahuan yang membahas tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan
islam baik dari segi gagasan ataw ide-ide ,konsep lembaga maupun
operasionalisme sejak zaman nabi sampai sekarang.
B. Objek Sejarah Pendidikan Islam
Objek
Sejarah Pendidikan Islam mencakup fakta-fakta yang berhubungan dengan
pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam baik informal, formal, maupun
non-formal. Sejalan dengan peranan Agama Islam sebagai dakwah menyeru kebaikan
dan mencegah kemungkaran, menuju kehidupan yang sejahtera lahir dan bathin
(material dan spiritual), namun sebagai cabang ilmu pengetahuan, objek sejarah
pendidikan Islam umumnya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan dalam
objek-objek sejarah pendidikan, seperti mengenai sifat-sifat yang dimilikinya,
dengan kata lain bersifat menjadi “sejarah sebagai subjek.
Sedangkan
dalam penulisan sejarah pendidikan Islam metode yang digunakan ialah:
1.
Metode
Deskriptif
Ialah bahwa
ajaran-ajaran Islam, sebagai agama yangn dibawa Rasulullah SAW dalam Quran dan
hadis, terutama yang berhubungan dengan pengertian pendidikan, harus diuraikan
sebagaimana adanya, dengan maksud unutk memahami makna yang terkandung dalam
sejarah tersebtut.
2.
Metode Komparatif
Dimaksudkan
bahwa ajaran-ajaran Islam itu dikomparasikan dengan fakta-fakta yang terjadi
dan berkembang dalam kurun-kurun serta di tempat-tempat tertentu untuk
mengetahui adanya persamaan dan perbedaan dalam suatu permasalahan tertentu,
sehingga diketahui pula adanya garis yang tertentu yang menghubungkan
pendidikan Islam dengan pendiidkan yang dibandingkan.
3.
Metode
Analisi-Sintesis
Analisis
artinya secara kritis membahas, meneliti istilah-istilah, pengertian-pengertian
yang diberikan oleh Islam, sehingga diketahui adanya kelebihan dan kekhasan
pendidikan Islam. Dan sintesis dimaksudkan untuk memperoleh kesimpulan yang
diambil guna memperoleh satu keutuhan dan kelengkapan kerangka pencapaian
tujuan serta manfaat penulisan sejarah pendidikan Islam
C. Manfaat Dan Urgensi Mempelajari Sejarah Pendidikan Islam
Secara umum
sejarah mengandung manfaat yang sangat besar bagi kehidupan umat manusia. Oleh
sebab itu kegunaan sejarah pendidikan Islam meliputi
1.
Bersifat Umum, sejarah pendidikan Islam mempunyai kegunaan sebagai
keteladanan. Seperti tersirat dalam firman Allah. Artinya: Sesungguhnya telah
ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik (33:21), Artinya:
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu (3:31), Artinya: ikutilah
Dia, supaya kamu mendapat petunjuk". (7:158).
Berdasarkan
ayat di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwakita sebagai umat islam dapat
meneladani proses pendidikan islam mulai dari masa rasulullh hingga sekarang.
2.
Bersifjat khusus
kegunaan
sejarah pendidikan Islam selain memberikan pembendaharaan perkembangan ilmu
pengetahuan (teori dan praktek), juga untuk menumbuhkan perspektif baru dalam
rangka mencari relevansi pendidikan Islam terhadap segala bentuk perubahan dan
perkembangan ilmu teknologi. Dalam syllabus Fakultas Tarbiyah IAIN, kegunaan
studi sejarah pendidikan Islam diharapkan dapat:
a. Mengetahui
dan memahami pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam, sejak zaman
lahirnya sampai sekarang.
b. Mengambil
manfaat dari proses pendidikan Islam, guan memecahkan problematika pendidikan
Islam pada masa kini.
c. Memiliki
sikap positif terhadap perubahan-perubahan dan pembaharuan-pembaharuan sistem
pendidikan Islam.
Selain dari hal-hal diatas, kegunaan sejarah pendidikan
Islam juga sangat penting bagi para pelajar, agama dan para pemimpin. Karena
dengan mempelajari sejarah pendidikan Islam kita dapat mengetahui, sebab-sebab
kemajuan Islam yang disebabkan dalam hal mengajar dan mendidik dan sebab-sebab
kemundurun Islam, dikarenakan salah dalam mendidik dan mengajar
D. Periodesasi Sejarah Pendidikan Islam
Harum
Nasution membagi sejarah islam kedalam periode
1.
Periode klasik
2.
Pertengahan
3. Modren
Periode-periode tersebut di bagi menjadi lima masa,
yaitu:
a. Masa hidupnya
Nabi Muhammad SAW (571-632 M)
b.
Masa Khalifaur Rasyidin di Madinah (
632-661 M)
c.
Masa kekuasaan Umawiyah di Damsyik
(661-750 M)
d.
Masa kekuasaan Abbasiyah di Baghdad
( 750-1250)
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA
PERTUMBUHAN (610-638 M)
A.
Zaman
rasulullah
Masa permulaan pertumbuhan agama islam proses perumusan ajaran islam oleh
nabi muhamad dan proses perbudayaan nya sehingga di terima dan menjadi
unsur-unsur dan menyatu dalam kebudayan
manusia.
Masa itu berlangsung sejak muhamad menerima wahyu dan menerima tanggung
jawab nya sebagai rasul.masa itu berlangsung selama 22 ataw 23 tahun sejak
beliau menerima wahyu pertama kali 17 ramadhan bersamaan dengan 6 agustus 610 M dengan wafat nya tanggal 12 rabiul awal 11 hijriah (bertepatan dengan 8
juni 832 M)
1.
Pelaksanaan
Pendidikan Islam di Makkah
Fase pendidikan Islam di Makkah merupakan pase
terberat bagi Nabi Muhammad SAW karena di Makkah Nabi banyak mengalami kendala
dan tantangan yan datang dari masyarakat Makkah itu sendiri, hal ini
dikarenakan ketidak sukaan orang-orang Makkah terhadap agam Islam yang dibawa
oleh Nabi Muhammad SAW, oleh karena itu sebelum Nabi Muhammad SAW memulai
tugasnya sebagai rasul, yaitu melaksanakan pendidikan Islam terhadap umatnya ,
Allah telah mendidik dan mempersiapkanya untuk melaksanakan tugas tersebut
secara sempurna , melaui pengalaman serta peran sertanya dalam kehidupan
masyarakat dan lingkungan
Ada dua bentuk pendidikan yang dilaksanakan oleh Nabi
Muhamad SAW di Makkah:
a) Pendidikan
Tauhid, dalam teori dan praktek
Nabi
Muhammad SAW dalam melaksanakan tugas kerasulanya berhadapan dengan nilai
warisan Nabi Ibrahim yang telah banyak menyimpang dari yang sebenarnya.
Inti warisan tersebut adalah ajaran tauhid, tetapi ajaran tersebut dalam budaya
yang dihadapi oleh Nabi Muhammad, telah pudar dalam budaya masyarakat bangsa
Arab Jahiliah.
Pelaksanaan
atau praktek pendidika tauhid tersebut diberikan oleh Nabi Muhammad SAW kepada
umatnya dengan cara yang sangat bijaksana yaitu dengan menuntun akal pikiran
untukmendapatkan dan meniru pengertian tauhid yang di ajarkan, dan sekaligus
beliau memberikan teladan dan contoh agaimana pelaksanaan ajaran tersebut dalam
kehidupan sehari-hari secara kongkrit, kemudia beliau memerintahkan agar
umatnya mencontoh praktek pelaksanaan tersebut sesuai dengan apa yang
dicontohkanya. Berarti di sini Nabi Muhammad SAW telah mampu menyesuikan diri
dengan pola kehidupan masyarakat jahiliah dengan mengajarkan ilmu tauhid secara
baik dengan tanpa kekerasan. Hal in sesuai pernyataan yang saya kutip dari
salah satu buku Filsafat Pendidikan Islam yang menyatakan “manusia hidup dalam
masyarakat, di mana dia harus menyesuikan diri di dalanya
b) Pengajaran
Al-Qur’an di Makkah
Al-Qur’an
adalah intisari dan sumber pokokdari ajaran Islam yang di smpaiakn oleh Nabi
Muhammad SAW kepada umatnya. Tugas Nabi Muhammad SAW disamping Mengajarkan
tauhid juga mengajarkan Al-Qur’an kepada umatnya, agar secara utuh dan sempurna
menjadi milik umatnya yang selanjutnya akan menjadi pegangan dan pedoman hidup
bagi kaum muslimin sepanjag zaman.
Ada beberapa
faktor yan memungkinkan Nabi Muhammad SAW mengajarkan Al-Qut’an dengan baik dan
sempurna. Masyarakat bangsa arab pada masa itu di kenal sebagai masyarakat ang
ummi yang pada umumnya tidak dapat membaca dan menulis.
2.
Pelaksanaan
Pendidikan Islam di Madinah
Ketika Rasulullah dan para sahabat hijrah ke Madinah
salah satu program pertama yang beliau lakukan adalah pembangunan sebuah
masjid. Setelah selesai pembangunan masjid, maka nabi Muhammad Saw pindah
menempati sebagian ruangannya yang memang khusus disediakan untuknya. Demikian
pula di antara kaum Muhajirin yang miskin yang tidak mampu membangun tempat
tinggalnya sendiri.
Masjid itulah pusat kegiatan Nabi Muhammad saw bersama
kaum muslimin, untuk secara bersama-sama membina masyarakat baru, masyarakat
yang disinari oleh tauhid dan memcerminkan persatuan dan kesatuan umat.
Dimasjid itulah beliau bermusyawarah mengenai berbagai urusan, mendirikan
shalat berjemaah, membacakan al-Quran, maupun membacakan ayat-ayat yang baru
diturunkan. Dengan demikian masjid itu merupakan pusat pendidikan dan
pengajaran.
Suatu kebijaksanaan yang sangat efektif dalam
pembinaan dan pengembangan masyarakat baru di Madinah, adalah disyari`atkannya
media komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu shalat Jumat yang dilaksanakan
secara berjemaah dan adzan. Dengan shalat Jumat tersebut hampir seluruh warga
masyarakat berkumpul untuk secara langsung mendengar khutbah dari nabi
Muhammad Saw dan shalat Jumat berjemaah
Pada fase Madinah materi pendidikan yang diberikan
cakupannya lebih komplek dibandingkan dengan amteri pendidikan fase Makkah. Di
antara pelaksanaan pendidikan Islam di Madinah adalah :
1) Pendidikan ukhwah ( persaudaraan) antara kaum muslimimin
Dalam melaksanakan pendidikan ukhwah
ini, nabi Muhammad saw bertitik tolak dari struktur kekeluargaan yang ada pada
masa itu. Untuk mempersatukan keluarga itu nabi Muhammad saw berusaha untuk
mengikatnya menjadi satu kesatuan yang terpadu. Mereka dipesaudarakan karena
Allah bukan karena yang lain-lain. Sesuai dengan isi kontitusi Madinah pula,
bahwa antara orang yang beriman, tidak boleh membiarkan saudaranya menanggung
beban hidup dan utang yang berat di antara sesama mereka. Anatara orang yang beriman satu
sama lainnya harusla saling bantu membantu dalam menghadapi segala persoalan
hidup. Mereka harus bekerja sama dalam mendatangkan kebaikan, mengurus
kepentingan bersama dan menolak kemudaratan atau kejahatan yang akan menimpa
2) Pendidikan kesejahteraan sosial
Terjaminnya kesejahteraan sosial,
tergantung pertama-tama pada terpenuhinya kebutuhan pokok daripada kehidupan
sehari-hari. Untuk itu setiap orang harus bekerja mencari nafkah. Untuk
mengatasi masalah pekerjaan tersebut, nabi Muhammad Saw memerintahkan kepada kaum
Muhajirin yang telah dipersaudarakan dengan kaum Ansor, agar mereka bekerja
bersama dengan saudara-saudaranya tersebut. mereka kaum Muhajirin yang biasa
betani silakan mengikuti pertanian, yang biasa berdaganga silakan mengikuti
saudara yang berdagang. Untuk pengamanan nabi Muhammad Saw membentuk
satuan-satuan pengamat yang mendapat tugas untuk menjaga
kemungkinan-kemungkinban terjadinya serangan dan gangguan terhadap kehidupan
kaum muslimin. Satuan-satuan ini adalah merupakan embrio dari pasukan yang bertugas
untuk mengamankan dan mempertahankan serta mendukung tugas-tugas da`wah Islam
lebih lanjut.
3) Pendidikan kesejahteraan keluarga kaum kerabat
Yang dimaksud dengan keluarga adalah suami, istri dan anak-anaknya. Nabi
Muhammad Saw berusaha untuk memperbaiki keadaan itu dengan memperkenalkan dan
sekaligus menerapkan sistem kekeluargaan kekerabatan baru, yang berdasarkan
taqwa kepada Allah. Diperkenalkannya sistem kekeluargaan dan kekerabatan yang
berdasarkan pada pengakuan hak-hak individu, hak-hak keluarga dan kemurniaan
keturunannya dalam kehidupan kekerabatan dan kemasyarakatan yang adil dan
seimbang, seperti yang terlihat dalam surat al-Hujarat ayat 13 : Artinya: Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu
Hubungan kekerabatan, terbentuk
dengan sendirinya sebagai akibat dari aturan tentang muhrim dan ahli waris bagi
seorang yang meninggal dunia serta aturan perwalian. Dalam hubungan kekerabatan
ini, ciri-ciri individu dan keluarga tampak jelas dan menonjol dengan hak milik
terhadap harta kekeyaan, sedangkan ciri kekerabatan hanya nampak pada
hakekatnya hubungan antar individu yang ditandai dengan tidak boleh
melaksanakan perkawinan intern kerabat.
4) Pendidikan hamkam (pertahanan dan keamanan ) dakwah Islam
5) Masyarakat
kaum muslimin merupakan satu state (negara) di bawah bimbingan nabi
Muhammad saw yang mempunyai kedaulatan. Ini merupakan dasar bagi usaha
dakwahnya untuk menyampaikan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia secara
bertahap. Oleh karena itu setelah masyarakat kaum muslimin di Madinah berdiri
dan berdaulat, usaha nabi Muhammad Saw berikutnya adalah memperluas pengakuan
kedaulatan tersebut dengan jalan mengajak kabilah-kabilah sekitar Madinah untuk
mengakui konstitusi Madinah. Ajakan tersebut disampaikan dengan baik-baik dan
bijaksana.
Untuk mereka yang tidak mau mengikat perjanjian damai
ada dua kemungkinan tindakan nabi Muhammad Saw yaitu (1) kalau mereka tidak
menyatakan permusuhan atau tidak menyerang kaum muslimin atau kaum kabilah yang
telah mengikat perjanjian dengan kaum muslimin, maka mereka dibiarkan saja; (2)
tetapi kalau mereka menyatakan permusuhan dan menyerang kaum muslimin atau
menyerang mereka yang telah mengikat perjanjian damai dengan kaum muslimin,
maka harus ditundukan/diperangi, sehingga merka menyatakan tunduk dan mengakui
kedaulatan kaum muslimin
B. Masa Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam
Pada masa
pembinaannya yang berlangsung pada zaman nabi Muhamad SAW, pendidikan Islam
berarti memasukkan ajaran-ajaran Islam kedalam unsur-unsur budaya. Ada beberapa
hal yang terjadi dalam pembinaan tersebut :
1.
Islam mendatangkana unsur-unsur yang
sifatnya memperkaya dan melengkapi unsur budaya yang telah ada. Misalkan
Al-Qur’an yang diturunkan kepada nabi muhamad, pada masa sebelum al-qur’an
diturunkan bangsa Arab memiliki tingkat seni sastra yang tinggi berupa syair,
sehingga membuat orang-orang arab merasa bangga membaca syair yang mereka buat.
Setelah diturunkan Al-Qur’an yang memiliki tingkatan yang lebih tinggi, bangsa
arab merasa bahwa pengetahuan sastra mereka telah diperkaya dan disempurnakan.
2.
Islam mendatangkan suatu ajaran yang
bersifat meluruskan kembali ajaran-ajaran yang telah menyimpang dari ajaran
aslinya. Hal ini dimisalkan dengan ajaran tauhid. Bangsa arab sebelum Islam
datan mereka hanya menyembah berhala untuk menyembah tuhan mereka, sehingga
mereka hanya mengadakan hubungan kepada berhala itu dalam kehidupan sehari-hari
mereka. Namun setelah Islam datang, Islam mengajarkan umat manusia menyembah
kepada Allah dan melakukan hubungan dengan Allah dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Islam memiliki ajaran yang sifatnya
bertentangan dengan budaya yang ada sebelumnya. Dalam hal ini rasulullah sangat
berhati-hati dalam mengubah kebuadayaan bangsa Arab yang sebelumnya banyak
perbudakan, perjudian pemabukan menjadi budaya yang bersih dari hal-hal
tersebut.
4.
Islam tidak merubah kebudayaan yang
tidak bertentangan dengan ajaran Islam yang telah ada sebelum kedatangan Islam,
namun tetap mengedepankan pengarahan-pengarahan seperlunya.
5. Islam
mendatangkan ajaran baru yang belum ada sebelumnya untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan perkembangan budayanya.
Dengan demikian, terbentuklah suatu tatanan nilai dan
budaya Islami yang sempurna dalam ruang lingkup yang sepadan baik dari segi
situasi, waktu dan perkembangan zaman. Tatanan inilah yang diwariskan pada
generasi yang berikutnya untuk dikembangkan baik secara kualitatif, yaitu
meningkatkan nilai budaya yang telah ada sbelumunya maupun kuantitatif, yaitu
mengarahkan pada pembentukan budaya dan ajaran yang baru untuk menambah kesempurnaan
dan kesejahteraan hidup masyarakat.
a. Pusat-pusat Pendidikan Islam
Seiring dengan perkembangan penyampaian ajaran Islam
diluar madinah, maka dipusat-pusat wilayah yang baru dikuasai oleh Islam,
berdirilah pusat-pusat pendidikan yang dikuasai oleh para sahabat yang kemudian
dikembangkan oleh para penerus sahabat yang berupa tabi’in dan selanjutnya.
Mahmud Yunus dalam bukunya menerangkan bahwa, pusat
pendidikan tersebut tersebar pada wilayah-wilayah berikut :
1. di Kota
Mekah dan Madinah (Hijaz)
2. di Kota
Basrah dan kufah (Irak)
3. di Kota
Damsik dan Palestina (Syam)
4. di Kota
Fistat (Mesir).
Dalam pusat-pusat pendidikan tersebutlah para sahabat
memberikan pelajaran tentang pengajaran agama Islam pada para penduduk setempat
maupun para penduduk yang datang dari daerah lain. Para sahabat menyampaikan
pendidikan Islam dalam bentuk kholaqoh di masjid atau tempat pertemuan lainnya
yang berupa khuttab ataupun madrasah.
Pada masa pertumbuhan Islam, terdapat beberapa
madrasah yang terkenal, antara lain :
1) Madrasah
Makkah
Puru pertama
yang mengajar di madrasah ini adalah Mu’ad bin Jabal yang mengajarkan
Al-Qur’an, hukum halal dan haram dalam Islam.
Pada masa
khalifah Abdul Malik bin Marwan (65 – 86 H), Abdullah bin Abbas turut mengajar
ilmu tafsir, hadits, fiqih, dan sastra. Sehingga Abdullah bin Abbas lah yang
membangun madrasah ini menjadi termasyhur keseluruh negeri Islam. Ketika
Abdullah bin Abbas wafat, maka pengajaran dalam madrasah ini diteruskan oleh
para muridnya, antara lain Mujahid bin Jabar seorang ahli tafsir alqur’an yang
diriwayatkanya dari ibnu Abbas, Athak bin Abu Rabbah seorang ahli fiqih, dan
Thawus bin Kaisan seorang fuqaha dan mufti di Makkah. Kemudian diteruskan
kembali oleh Sufyan bin Uyainah dan Muslim bin Khalid al Zanji.
2) Madrasah
Madinah
Madrasah ini lebih termasyhur dari
madrasah makkah, karena disini adalah tempat tinggalnya para sahabat
rasulullah, termasuk Abu Bakar, Umar dan juga Usman. Diantara sahabat yang
mengajar di sini adalah, Umar bin Khattab, Ali bin Abi thalib, Zaid bin Tsabit
adalah sahabat yang mahir dalam bidang qiro’at dan fiqih, sehingga belaiaulah
yang mendapatkan tugas untuk penulisan kembali Al-Qur’an, dan Abdullah bin Umar
seorang ahli hadits yang selalu berfatwa dengan apa yang termaktub dalam hadits
dan sebagai pelopor Madzab al Hadits yang berkembang pada generasi yang
berikutnya. Setelah para guru yang dahulu meninggal maka pengajaran diteruskan
oleh para tabi’in, antara lain Sa’ad bin Musyayab dan Urwah bin Alzubair.
3) Madrasah
Basrah
Ulama sahabat yang terkenal di
Basrah antara lain, Abu Musa Al Asy’ari yang terkenal sebagai ahli fiqih,
hadits dan ilmu Al-Qur’an, dan Anas bin Malik yang termasykhur dalam ilmu
hadits. Diantra guru yang mengajar di sini adalah Hasan Al-Basri seorang ahli
fiqih, ahli pidato, dan kisah serta seorang yang ahli fikir dan tasawauf, dan
juga Ibnu Sirin seorang ahli hadits dan ilmu fiqih.
4) Madrasah
Kufah
Ulma sahabat yang terkenal adalah
Ali bin Abi Tahlib yang mengusrui msalah politik dan pemerintahan, dan Abdullah
bin Mas’ud sebagai guru agama yang diutus langsung oleh khalifah Umar,
disamping itu beliau adalah seorang ahli fiqih, tafsir dan banyak meriwayatkan
hadits-hadits Rasulullah SAW.
5) Madrasah
Damsyik
Setelah negeri Syam menjadi bagian
dari negeri Islam, maka khalifah Umar bin Khattab mengirimkan tiga guru agama
yang ditempatkan pada tempat yang berbeda, antara lain Muadz bin Jabal di
Palestina, Abu Dardak di Damsyik, dan Ubadah di Hims. Madrasah ini juga mampu
melahirkan imam penduduk syam Abdurrahman Al-Auza’i yang ilmunya sederajat dengan
Imam Malik dan Abu Hanifah.
6) Madrsah
Fistat (Mesir)
Sahabat yang semula mendirikan
madrasah ini adalah Abdullah bin Amr Al-As merupakan seorang yang ahli dalam
ilmu hadits. Kemudian guru yang termasyhur setelah nya adalah Yazid bin Abu
Habib Al-Nuby dan Abdillah bin Abu Ja’far bi Rabi’ah.
Pada masa pertumbuhan pendidikan Islam ini terdapat
empat orang Abdullah yang memiliki jasa yang sangat besar dalam mengajarkan
ilmu-ilmu agama yang tersebar di berbagai kota, antara lain :
·
Abdullah bin Umar di Madinah
·
Abdullah bin Masy’ud di Kuffah
·
Abdullah bin Abbas di Makkah
·
Abdullah bin Amr bin Al-Ash di Mesir
Namun para sahabat tersebut tidak menghafal semua
perkataan nabi dan tidak lansung melihat tindakan nabi, sehingga ini memaksa
para murid-muridnya untuk belajar ilmu tidak cukup hanya pada satu ulama.
Sehingga mereka harus menjelajahi beberapa kota untuk melanjutkan
pendidikannya.
b. Pengajaran Al-Qur’an
Intisari ajaran Islam adalah apa saja yang termaktub
dalam Al-Qur’an, sedangkan penjelasan dari apa yang terdapat dalam Al-Qur’an
adalah Hadits. Nabi Muhamada telah dengan sempurna memberikan penjelasan dari
apa-apa yang dimaksudkan oleh Al-Qur’an. Sehingga rasulullah dianggap telah
sempurna dalam penyampaian Al-Qur’an dalam menyampaikan isi kandungan Al-Qur’an
sesuai dengan masa itu, sekaligus beliau pula telah memberikan contoh yang
sempurna tentang bagaimana cara mempraktekkan dan menjalankan ajaran-ajaran
Al-Qur’an.
Keadaan berubah ketika rasulullah meninggal dunia,
bila dulu pengajaran Al-Qur’an bersumber langsung dari Rasulullah SAW maka
sekarang bersumber dari para sahabat yang menyampaikan ajaran Al-Qur’an
berdasarkan cara-cara yang digunakan oleh Rasulullah SAW, hal ini pun berlanjut
pada generasi selanjutnya agar ajaran Al-Qur’an mampu diteruskan dan disampaikan
pada orang yang baru masuk Islam.
Problema pertama yang dialami para sahabat dalam
menyampaikan ajaran Aal-Qur’an adalah menyangkut pada Al-Qur’an itu sendiri.
Pada saat itu memang Al-Qur’an telah secara lengkap diturunkan dan ada dalam
hafalan para sahabat, namun tidak semua sahabat hafal Al-Qur’an secara
sempurna. Juga pada saat itu al-Qur’an belum tertulis pada mushaf yang
sempurna, yakni Al-Qur’an hanya ditulis oleh para sahabat yang pandai menulis,
sesuai yang diperintahkan oleh nabi Muhamad sewaktu masih hidup.
Sementara itu dengan meninggalnya para sahabat yang
hafal Al-Qur’an, berarti akan makin berkuranglah nara sumber yang mampu
menghafal Al-Qur’an dengan sempurna. Sehingga timbullah usaha-usaha untuk
mengumpulkan Al-Qur’an.
Dalam usaha pengumpulan Al-Qur’an tersebut Abubakar
sebagai kholifah memerintah kan Zaid bin Tsabit untuk menulis Al-Qur’an.
Sehingga terkumpullah Al-Qur’an yang tertulis di atas daun lontar, batu, tanah
keras, tulang unta, dan lain-lain. Dalam mengemban tugasnya ini tentu
zaid melakukannya dengan sangat hati-hati dan teliti, walaupun ia sepenuhnya
hafal setiap ayat-ayat yang ada dalam Al-Qur’an. Dalam mengemban tugasnya Zaid
dibantu oleh beberapa sahabat, yaitu Ubai bin Ka’ab, Ali bi Abi Thalib, dan
Usman bin Afant.
Setelah terkumpul semua ayat-ayat Al-Qur’an tersebut,
kemudian disusunlah Al-Qur’an itu dalam tempat yang seragam, sesuai dengan
susunan dan urutan yang ada dalam hafalan para sahabat. Dengan demikian
sempurnalah Al-Qur’an dalam bentuk yang tertulis, dan dalam bentuk bacaan atau
hafalan.
Problema yang kemudian muncul dalam pengajaran
Al-Qur’an adalah masalah pembacaan atau qiroat. Bacaan yang terdapat dalam
Al-Qur’an adalah dalam bahasa Arab, sehingga orang yang tidak bisa berbahasa
Arab harus menyesuaikan lidahnya dengan lidah orang Arab. Sehingga dalam
pengajaran Al-Qur’an diselingi dengan pengajaran bahasa Arab praktis.
Kemudian masalah qiroat ini semakin lama semakin jelas
terdapat perbedaan pada cara setiap oarang dalam membacanya, karena setiap
orang yang belajar Al-Qur’an pada para sahabat diajarkan dengan cara yang
berbeda-beda sesuai dengan logat mereka masing-masing. Namun perbedaan dalam
penggunaan logat yang berbeda dalam membaca Al-Qur’an tidak menjadi masalah
ketika masih berada pada lingkurang orang Islam yang berbahasa Arab, namun
ketika keluar pada kaum muslimin yang tidak berbahasa Arab, maka timbul rasa
ketidak fahaman dan perasaan asing akan bacaan Al-Qur’an tersebut. Sehingga
pada akhirnya terjadilah pemikiran bahwa bacaannya adalah yang paling benar dan
apakah bacaan yang lain itu salah. Hal ini mulai disadari pada masa
pemerintahan Usman bin Afan.
Hal ini pertamakali disadari oleh Hudzaifah bin Yaman
ketika ia sedang dalam pertempuran di Armenia dan Azerbeijan. Selama dalam
perjalanannya ia mendengarkan pertikaian antar kaum muslim, sehingga ia segera
ia mengusulkan pada Kholifah Usman untuk segera mengatasi pertikaian umat Islam
tersebut.
Usman bin Affan pun meminjam naskah atau
lembaran-lembaran Al-Qur’an yang ditulis pada zaman pemerintahan Abu Bakar yang
disimpan oleh Hafshah binti Umar untuk ditulis kembali ditulis kembali. Dalam
penulisan ini Usmant kembali menunjuk Zaid bin Tsabit dan juga orang-orang yang
terlibat dalam penulisan Al-Qur’an pada masa nabi Muhamad. Dalam penulisan kembali
Al-Qur’an ini Usman memberikan beberapa nasehat pada panitia penulisan, yaitu :
a) mengambil
pedoman pada bacaan mereka yang hafal Al-Qur’an
b) kalau ada
pertikaian antara mereka tentang bacaan tersebut, maka haruslah
dituliskan pada dialek Quraisy, sebab Al-Qur’an itu diturunkan sesuai dengan
dialek mereka.
Al-qur’an yang telah dikumpulkan ini dinamakan
Al-Mushaf, dan dibuat sebanyak lima buah mushaf. Kemudian dikirimkan oleh
khalifah masing-masing ke Makkah, Syiria, Basrah, dan kuffah, serta yang satu
tetap dipegang oleh khalifah di Makkah. Khalifah Usman berpeasan agar catatan
yang sebelumnya di bakar dan supaya umat Islam berpegang kepada mushaf yang
lima baik dalam pembacaan maupun penyalinan yang berikutnya.
Dengan demikian manfaat pembukuan Al-Qur’an pada masa
Usman adalah :
1) menyatukan
kaum muslimin pada satu macam mushaf yang seragam ejaan tulisannya
2) menyatukan
bacaan, dan kendatipun masih terdapat perbedaannya, namun harus tidak
berlawanan dengan ejaan mushaf Utsman. Dan bacaan-bacaan yang tidak sesuai
tidak diperbolehkan
3) menyatukan
tartib susunan surat-surat, menurut tertib urut sebagai yang kelihatan pada
mushaf-mushaf saat ini.
Untuk memudahkan pengajaran Al-Qur’an pada kaum
muslimin yang tidak berbahasa Arab, maka guru Al-Qur’an telah mengusahakan :
·
mengembangkan cara membaca Al-Qur’an
dengan baik yang kemudian menimbulkan ilmu tajwid Al-Qur’an
·
meneliti cara pembacaan Al-Qur’an
yang telah berkembang pada masa itu, mengenai mana yang sah dan mana yang tidak
sah. Kemudian hal ini menimbulkan adanya ilmu qira’at yang kemudian timbul
dengan apa yang dikenal dengan qira’at al sab’ah
·
memberikan tanda-tanda baca dalam
tulisan mushaf, sehingga menjadi mudah dibaca dengan benar bagi mereka yang
baru belajar membaca Al-Qur’an
·
memberikan penjelasan tentang maksud
dan pengertian yang dikandung oleh ayat-ayat Al-Qur’an yang diajarkan yang
kemudian berkembang menjadi ilmu tafsir.
c.
Pertumbuhan dan Perkembangan
Kebudayaan Islam
Pendidikan Islam pada dasarnya adalah mewariskan nilai
kebudayaan Islam kepada generasi muda dan mengembangkannya sehingga mencapai
dan memberikan manfaat maksimal bagi hidup dan kehidupan manusia sesuai dengan
tingkat perkembangannya. Jika perkembangan pendidikan Islam pada masa
rasulullah adalah merupakan masa penyemaian niali kebudayaan Islam kedalam
sistem kebudayaan bangsa Arab, maka pendidikan Islam yang telah berkembang pada
saat ini adalah merupakan pemupukan secara luas nilai dan kebudayaan Islam agar
tumbuh dengan subur dalam lingkukngan yang lebih luas.
Islam adalah agama fitrah, agama yang berdasarkan
potensi dasar manusiawi dengan landasan petunjuk Allah. Pendidikan Islam
berarti menumbuhkan dan mengembangkan potensi fitrah tersebut, dan
mewujudkannya dalam sistem budaya manusiawi yang Islami. Sehingga wajar apabila
Islam menerima budaya yang sesuai ajaran Islam dan menolak semua budaya yang
menyimpang dari ajaran yang Islami lalu menggantinya dengan ajaran yang baru
yang bersifat Islami.
Masalah yang pertama dialamu oleh para sahabat begitu
rasulullah wafat ialah siapa dan bagaimana pengganti yang menggantikannya.
Berbagai pandangan berkembang dikalangan sahabat tentang siapa yang berhak
menggantikan rasulullah SAW sebagai pemegang kekuasaan tertiggi. Ali bin Abi
Thalib pun merasa berhak menggantikan nabi karna faktor pewarisan, namun para
sahabat sepakat menunjuk Abu Bakar sebagai kholifah pengganti rasulullah.
Setelah Mu’awiyah berhasil merebut kekuasaan pada masa
Ali, maka sistem politik mengalami perubahan dengan banyak dipengaruhi oleh
keuasaan raj-raja Romawi. Dengan berkembangnya sistem politik ini, berkembang
pulalah pola dan corak kehidupan masyarakatnya. Pola kehidupan yang lama ingin
dipertahankan oleh masyarakat, sehingga menimbulkan banyak permasalahan yang
membuat para sahabat terpaksa untuk membuat ketentuan hukum.
Sebenarnya rasulullah telah memberikan pedoman untuk
menentukan memberikan keputusan hukum terhadap masalah-masalah baru yang
berkembang dalam kehidupan masyarakat. Yang terang kum dalam sebuah hadits yang
meriwayatkan tentang percakan rasul dengan Muadz bin Jabal ketika ia diangkat
sebagai hakim di kota Syam.
Petunjuk nabi Muhamad tersebut adalah dalam memberikan
keputusan hukum tersebut adalah pertama-tama hendaknya dicari ketetapan
hukumnya dalam Al-Qur’an, jika tidak ada hendaknya dicari dalam As-sunnah atau
hadits, dan apa bila tetap tidak menemukan maka menggunakan fikiran yang berupa
ijtihad untuk memberikan ketentuan hukum.
Dalam praktenya ternyata para sahabat tetap merasa
kesulitan dalam menentukan hukum, disamping Al-Qur’an hanya menjelaskan ketentuan
hukum secara umum, ternya para sahabat juga memiliki masalah dalam menentukan
hadits yang sesuai, karena para sahabat tidak semuanya menghafal hadits. Suatu
perkara tersebut menjadi sangat jelas ketika terdapat permasalah yang jauh dari
para sahabat. Sehingga timbullah pertanyaan tentang bagaimana pengunaan ra’yu
ijtihad.
Dalam berijtihad kemudian berkembang dua pola, yakni
Ahl Al-Hadits dalam memberikan ketentuan hukum sangat bertegangan dengan
hadits-hadits rasulullah, sehingga bagaimanapun mereka berusaha mendapatkan
hadits-hadits tersebut dari sahabat-sahabat yang lain. Sehingga terjadilah
usaha pengumpulan hadits-hadits pada masa Khalifah Umar bin Abdul Azis.
Kemudian pola yang kedua adalah yang dikembangkan oleh
Ahl Ar-ra’yu (ahli fikir). Mereka ini karena keterbatasan hadits yang mereka
terima dan terdapatnya banyak hadits palsu, sehingga mereka hanya menerima
hadits-hadits yang sokheh saja dan lebih banyak menggunakan ra’yu dalam
berijtihad. Sehingga ra’yu mendorong terhadap penelitian tentang hadits, yang
kemudian lahirlah ilmu hadits.
Berhadapan dengan pemikiran teologis dari orang
kristen yang ingin merusak ajaran Islam, maka dalah Islam berkembanglah ilmu
teologi yang semula digunakan khusus untuk melawan pemikiran teologis dari
orang kristen, yang dikenal dengan ilmu kalam. Kemudian ilmu kalam ini
berkembang menjadi ilmu yang membahas tentang berbagai pola pemikiran yang
berkembang dalam dunia Islam.
Pada garis besarnya, pemikiran Islam dalam
pertumbuhannya muncul dalam tiga pola, yaitu :
1) Pola pemikiran
yang bersifat skolastik, yang terikat pada dogma-dogma dan berfikir dalam
rangka mencari pembenaran terhadap dogma-dogma agama. Pola pikir ini terikat
pada ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits.menurut pola pemikiran ini, kebenaran
hanyalah didapat dari wahyu sedangkan akal berfungsi sebagai alat penerimanya.
2) Pola
pemikiran yang bersifat rasional, yang lebih mengutamakan akal fikiran. Pola
fikir ini menganggap bahwa akal fikiran sebagaimana juga halnya dengan wahyu,
adalah merupakan sumber kebenaran. Akal digunakan sebagai alat untuk mencari
kebenaran sedangkan wahyu hanya digunakan sebagai penunjang untuk mencari
kebenaran.
3) Pola
berfikir yang bersifat batiniyah dan intuitif yang berasal dari mereka yang
mempunyai pola kehidupan sufitis. Menurut pemikiran ini kebenaran yang
tertinggi adalah diperoleh dari pengalaman-pengalaman batin dalam kehidupan
yang mistis dan dengan jalan berkontemplasi. Dalam proses pemikiran ini,
seorang yang ingin mendapatkan kebenaran harus melalui beberapa tahapan, yakni
:
a) tahapan
terbawah disebut syari’at
b) tahapan
tharikhat
c) hakikat
d) dan tahapan
yang tertinggi disebut dengan Ma’rifat. Pada golongan yang tertinggi ini
seorang akan mendapatkan kebenaran yang sesungguhnya yang pada mulanya
dikembangkan oleh orang sufi.
Dengan demikian jelaslah dengan semakin luasnya
kekuasaan wilayah Islam,
C. Masa Kejayaan Pendidikan Islam
Masa ini
dimulai dengan berkembang pesatnya kebudayaan Islam yang ditandai dengan
berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan Islam dan madrasah-madrasah
formal serta universitas dalam berbagai pusat kebudayaan Islam. Pendidikan
tersebut sangat berpengaruh dalam membentuk pola kehidupan, budaya dan
menghasilkan pembentukan dan perkembangan dalam berbagai aspek budaya kaum
muslimin. Masa dulu pendidikan hanya sebagai jawaban terhadap rintangan dan
pola budaya yang berkembang dari bangsa yang baru memeluk agama Islam. Tapi
sekarang terus merupakan jawaban tiap tantangan kemajuan budaya Islam itu
sendiri yang berjalan pesat. Ada dua faktor yang mempengaruhi kebudayan , yaitu
; Faktor Interen, yaitu yang dibawa dari ajaran Islam itu sendiri dan Faktor
Exsteren, yaitu yang dibawa dari luar ajaran Islam.
1. Berkembangnya Lembaga Pendidikan Islam
Sebelum
timbulnya sekolah dan universitas yang kemudian dikenal sebagai lembaga
pendidikan formal, dalam dunia Islam sebenarnya telah berkembang lembag-lembaga
pendidikan Islam yang bersifat nonformal.
Diantara pendidikan Islam yang bersifat nonformal
tersebut adalah:
a.
Kutab sebagai lembaga pendidikan
dasar
Kutab atau maktab berasal dari kata
dasar kutaba yang berarti menulis atau tempat belajar menulis. Sebelum
datangnya Islam kutab telah ada di negri arab, walaupun belum banyak dikenal,
diantara penduduk mekkah yang mula-mula belajar huruf arab ialah Sufyan Ibnu
Umayah Ibnu Abdu Syams dan Abu Qhais Ibnu Abdi Manaf Ibnu Zuhro Ibnu Kilat.
Keduanya mempelajarinya di negri hira.
Sewaktu agama Islam diturunkan Allah
sudah ada diantara sahabat yang pandai menulis dan membaca. Kemudian tulis baca
itu mendapat tempat dan dorongan yang kuat dalam Islam, sehingga berkembang
sangat luas dalam kalangan umut Islam. Ayat al-quran yang pertama diturunkan
telah memerintahkan untuk membaca dan membarikan gambaran bahwa membaca dan
menulis merupakan sarana utama dalam pengambangan ilmu pengetahuan dalam
pandangan Islam.
b.
Pendidikan rendah di istana
Timbulnya pendidikan rendah di
istana untuk anak-anak para pejabat adalah berdasarkan pemikiran bahwa
pendidikan itu harus bersifat menyiapkan anak didik agar mampu menyiapkan
tugas-tugasnya kelak setelah ia dewasa. Atas pemikiran tersebut Khalifah dan
keluarganya serta para pembasar istana lainya berusaha menyiapkan agar
anak-anaknya sejak kecil sudah diperkenalkan dengan lingkungan dan tugas-tugas
yang akan diembannya nanti.
Pendidikan anak-anak di istana
berbeda dangan pendidikan anak-anak di kutab pada umumnya. Di istana para orang
tua murid (para pejabat istana) adalah yang membuat rencana pelajaran tersebut
selaras dengan anaknya dan tujuan yang dikehendaki oleh orang tuanya.
Contoh dari rencana pelajaran dan
petunjuk-petunjuk yang dikemukakan oleh para pembesar istana kepada pendidik
anak-anaknya agar dijadikan pedoman sebagai berikut ;
·
Berkata Amru Ibnu Utbah kepada
pendidik putranya ; “kerjamu yang pertama untuk memperbaiki putra-putriku ialah
memperbaiki dirimu sendiri karena mata mereka selalu tertuju kepadamu.
·
Harun Al-Rasyid telah mengajukan
rencana pelajaran bagi putranya (Al-Amin) dengan mengatakan sebagai berikut ;
”hai Ahmar sesungguhnya Amirul Mu’minin telah memberikan kepadamu buat hatinya,
maka jadikanlah tanganmu terbuka kepadanya dan ketaatannya kepadamu wajib”.
c.
Toko-toko kitab
Pada permulaannya masa Daulah Bani
Abasiyah dimana ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam sudah tumbuh dan
berkembang dan diikuti oleh penulisan kitab-kitab dalam berbagai cabang ilmu
pengetahuan, maka berdirilah toko-toko kitab. Pada mulanya toko-toko kitab
tersebut berfungsi sebagai tempat berjual beli kitab yang telah ditulis dengan
berbagai macam ilmu pengatahuan yang berkembang pada masa itu. Dengan demikian
toko-toko kitab tersebut telah berkembang fungsinya bukan hanya sebagai tempat
berjual-beli kitab saja, tetapi juga merupakan tempat berkumpulnya para ulama,
pujangga dan ahli-ahli ilmu pengetahuan lainnya untuk berdiskusi, berdebat dan
bertukar pikiran dalam berbagai masalah ilmiah.
d.
Rumah-rumah para ulama ahli ilmu
pengetahuan
Walaupun sebenarnya rumah bukanlah
tempat yang baik untuk tempat memberikan pelajaran namun pada zaman kejayaan
perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayan Islam, banyak juga rumah-rumah para
ulama dan para ahli ilmu pengetahuan menjadi tempat belajar dan pengembangan
ilmu pengetahuan.
Diantara rumah para ulama terkenal
yang menjadi tempat memberikan pelajaran adalah rumah Ibnu Sinah, Al-Ghazali,
Ali Ibnu Muhammad Al-Fasihi, Yakub Ibnu Kilis, wazir Khalifah Al-Aziz Billah
Al-Fatimy dan lainnya. Dan Ahmad Syalab mengemukakan bahwa, dipergunakannya
rumah-rumah tersebut adalah karena terpaksa dalam keadaan dalurat. Contoh rumah
Al-Ghazali berhenti mengajar karena ingin menjalankan kehidupan sufi.
e.
Majelis
Dalam majelis adalah suatu majelis
khusus yang diadakan oleh khalifah-khalifah untuk membahas dalam bebagai macam
ilmu pengetahuan. Majelis ini dimulai pada masa khalifah Al-Rasyidin yang biasa
memberi ketua-ketua dan diskusi dengan para sahabat untuk memecahkan masalah
yang dihadapi pada masa itu. Pada masa Harun Al-Rasyid (170-193H) majelis
sastra ini mengalami kemajuan yang luar biasa karena khalifah sendiri adalah
ahli ilmu pengatahuan dan juga cerdas sehingga khalifah aktif didalamnya.
Disamping itu dunia Islam juga diwarnai dengan perkembangan dan negara aman
tenang dalam masa pembaharuan.
f.
Badi’ah (padang pasir desa tempat
tinggal Padwi)
Sejak berkembang kuatnya Islam dan
bahasa arab digunakan sebagai bahasa pengantar sejak berkembangnya umat Islam.
Maka bahasa arab cendrung kehilangan keasliannya. Disamping itu di badi’ah
berdiri ribat-ribat atau zawiyah yang merupakan pusat kegiatan dari ahli sufi .
Disanalah para sufi mengembangkan metode khusus dalam mencapi ma’rifat, suatu
tingkat ilmu pengetahuan yang paling tinggi tingkatannya.
g.
Rumah sakit
Pada zaman jayanya kemajuan dan kebudayaan Islam dalam rangka menyebarkan
ajaran Islam banyak didirikannya rumah sakit oleh khalifah dan para
pembesar-pembesar negara. Rumah sakit bukan hanya berfungsi sebagai tempat
merawat, tetapi juga menjadi tempat mendidik. Tenaga-tenaga yang berhubungan
dengan perawat dan pengobat mereka menjadikan penelitian, percobaan dalam
bidang kedokteran dan obat-obatan.
h.
Perpustakaan
Pada zaman perkembangan ilmu pengatahuan dan kebudayaan Islam, buku
mempunyai nilai yang sangat tinggi. Buku digunakan sebagi sumber informasi,
berbagi macam ilmu pengetahuan yang ada dan telah dikembangkan oleh para
ahlinya. Disamping itu perkembangan perpustakaan yang bersifat umum yang
diselenggarakan oleh pemerintah atau wakaf dari ulama sarjana di baitul Baghdad
yang didirikan oleh khalifah harun Al-Arasyid adalah merupakan suatu contoh
dari perpustakaan Islam yang lengkap yang berisi ilmu-ilmu agama Islam dan
berbagai macam ilmu pengetahuan.
i.
Masjid
Masjid dalam dunia Islam sepanjang sejarahnya tetap memegang peranan yang
pokok, disamping fungsinya sebagai tempat berkomunikasi dengan tuhan juga
sebagai tempat lembaga pendidikan dan juga tempat berkumpulnya umat muslim.
2. Sistem Pendidikan Di Sekolah-Sekolah
Timbulnya
lembaga pendidikan formal dalam bentuk sekolah adalah merupakan pengembangan
semata-mata dari system pengajaran dan pendidikan yang telah berlangsung di
masjid-masjid yang sejak awal telah berkembang dan telah dilengkapi dengan
sarana-sarana untuk mempelancar pendidikan dan pengajaran didalamnya.
Faktor-faktor
yang menyebabkan berdirinya sekolah-sekolah diluar masjid adalah
·
Khalakah-khalakah (langkaran) untuk
mengajarkan berbagai macam ilmu pengetahuan yang didalamnya juga terjadi
diskusi dan perdebatan yang ramai, sering satu sama lain saling mengganggu
disamping mengganggu orang yang beribadah ke masjid.
·
Dengan berkembang luasnya ilmu
pengetahuan baik mengenai agama maupun umum maka semakin banyak diperlukannya
khalakah (langkaran-lingkaran pengajaran) yang tidak mungkin keseluruhan tertompang
dalam ruang masjid.
3. Puncak Kemajuan Ilmu Dan Kebudayaan Agama Islam
Sebagai mana
telah dikemukakan bahwa tumbuh dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan kebudayan
Islam adalah sebagai akibat dari berpadunya unsur-unsur pembawaan ajaran Islam
dengan unsur-unsur yang berasal dari luar. Dalam bidang filsafat ketuhanan atau
teologi, perkembangan ilmu kalam dengan berbagai macam pola pikiran, timbullah
pula berbagai macam aliran dalam ilmu kalam yang mempunyai pola pemikiran yang
bersifat memedukan pola fikir rasional sebagai mana yang tampak pada aliran
matu radio. Disamping aliran teologi biasa mempunyai corak khusus sebagaimana
yang dikembangkan oleh golongan syi’ah. Semua aliran fikiran tersebut selalu
berusaha untuk saling berebut dan mendapatkan dukungan dari pemeritah dan
filsafat ilmiah yang berasal dari luar Islam mendapatkan tempat dalam dunia
Islam.
Henri
Marginon dan David telah mendaftarkan cabang ilmu pengetahuan yeng telah
dikembangkan sebagai hasil perkembangan fikiran yang ilmiah dikalangan kaum
muslimin pada masa jayanya. Yang kemudian berangsur-angsur berpindah kedunia
barat adalah sebagai berikut ;
·
Dalam bidang matematika,telah
dikembangkan oleh para sarjana muslim berbagai macam ilmu pengetahuan,seperti
teori ilmu bilangan, aljabar, geometrid dan trigonometri.
·
Dalam bidang fisika, mereka telah
berhasil mengembangkan ilmu mekanik dan optika.
·
Dalam bidang kimia, telah
berkembangnya ilmu kimia
·
Dalam bidang astronomi, kaum
muslimin telah memiliki ilmu mekanika benda-benda langit.
·
Dalam bidang goelogi, para ahli
pengetahuan muslim telah mengembangkan geodisi, mineralogy dan meteorology.
·
Dalam bidang biologi, mereka telah
memiliki ilmu psikologi, anatomi, betani, embriologi dan patologi.
·
Dalam bidang sosial, telah
berkembangnya ilmu politik.
Demikianlah
singkatnya dunia Islam pada masa jayanya yang dihiasi dengan berbagai
unsur-unsur kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang beraneka ragam dapat
diibaratkan sebagi taman yang indah penuh dengan berbagai macam tanaman dan
dengan berbagai macam buah dan isi didalamnya.
D.
Masa Kemunduran Pendidan Islam
Selanjutnya diungkapkan oleh M.M
Sharif, bahwa pikiran Islam menurun setelah abad ke 13 M dan terus melemah
sampai abad ke 18 M. di antara sebab-sebab melemahnya pikiran Islam tersebut,
antara lain dilukiskannya sebagai berikut:
1. Telah
berkelebihan berfilsafat Islam (yang bersifat sufistis) yang telah dimasukka
oleh Al-Ghazali dalam alam Islam di timur, dan berkelebihan pula Ibn Rusyd
dalam memasukkan filsafatnya (yang bersifat rasionalistis) ke dunia Islam di
barat. Al-Ghazali dengan filsafat Islamnya menuju ke arah bidang rohaniah
hingga menghilang ia ke dalam mega alam tasawuf, sedangkan Ibn Rusyd dengan
filasafatnya menuju ka alam yang bertentangan dengan Al-Ghazali. Maka Ibn Rusyd
dengan filsafatnya ke jurang materialisme. Al-Ghazali mendapatkan sukses di
timur, hingga pendapat-pendapatnya menjadi aliran-aliran pemikiran yang
terpenting bagi alam timur, sedangkan Ibn Rusyad mendapat kan sukses di barat
hingga pikiran-pikirannya menjadi pimpinan yang penting bagi alam pikiran
barat.
2. Umat Islam,
terutama para pemerintahnya (Khalifah, Sultan, Amir-Amir) melalaikan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan, dan tidak memberi kesempatan untuk berkembang.
Kalau pada mulanya pejabat pemerintahan sangat memperhatikan perkembangan ilmu
pengetahuan, maka pada masa menurun dan melemahnya kehidupan umat Islam ini,
para ahli ilmu pengetahuan umumnya terlibat dalam urusan-urusan pemerintahan,
sehingga melupakan perkembangan ilmu pengetahuan.
3.
Terjadinya pemberontakan-pemberontakan
yang dibarengi dengan serangan dari luar, sehingga menimbulkan
kehancuran-kehancuran yang mengakibatkan berhentinya kegiatan pengembangan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan di dunia Islam. Sementara itu obor pikiran Islam
berpindah tangan ke tangan kaum masehi, yang mereka ini telah mengikuti jejak
kaum muslimin yang menggunakan hasil buah pikiran yang mereka capai dari
pikiran Islam itu.
Dengan
semakin ditinggalkannya pendidikan intelektual, maka semakin statis
perkembangan kebudayaan Islam, karena daya intelektual para generasi penerus
tidak mampu mengadakan kreasi-kreasi budaya baru, bahkan telah mengakibatkan
ketidak mampuan mengatasi persoalan-persoalan baru yang dihadapi sebagai akibat
perubahan dan perkembangan zaman. Ketidak mampuan intelektual tersebut,
merealisasi dalam pernyataan “bahwa pintu ijtihad telah tertutup”. Maka
akibatnya terjadilah kebuntuan intelektual secara total.
Dalam hal
ini Fazlur Rahman, dalam bukunya Islam, menjelaskan tentang gejala-gejala
kemunduran atau kemacetan intelektual Islam ini sebagai berikut:
Penutupan pintu ijtihad (yakni pemikiran yang orisinil dan bebas) selama abad ke 4 H / 10 M dan 5 H / 11 M telah membawa kepada kemacetan umum dalam ilmu hukum dan ilmu intelektual, khususnya yang pertama. Ilmu-ilmu inteletual, yakni teologi dan pemikiran keagamaan, sangat mengalami kemunduran dan menjadi miskin karena pengecilan mereka yang disengaja dari intelektualisme sekuler dan karena kemunduran yang disebut terakhir ini, khususnya filsafat, dan juga pengucilannya dari bentuk-bentuk pemikiran keagamaan seperti yang dibawa oleh sufisme.
Penutupan pintu ijtihad (yakni pemikiran yang orisinil dan bebas) selama abad ke 4 H / 10 M dan 5 H / 11 M telah membawa kepada kemacetan umum dalam ilmu hukum dan ilmu intelektual, khususnya yang pertama. Ilmu-ilmu inteletual, yakni teologi dan pemikiran keagamaan, sangat mengalami kemunduran dan menjadi miskin karena pengecilan mereka yang disengaja dari intelektualisme sekuler dan karena kemunduran yang disebut terakhir ini, khususnya filsafat, dan juga pengucilannya dari bentuk-bentuk pemikiran keagamaan seperti yang dibawa oleh sufisme.
Kehancuran
total yang dialami oleh kota Baghdad dan Granada sebagai pusat-pusat pendidikan
dan kebudayaan Islam, menandai runtuhnya sendi-sendi pendidikan dan kebudayaan
Islam. Musnahnya lembaga-lembaga pendidikan di bagian timur dan barat dunia
Islam tersebut, menyebabkan pula kemunduran pendidikan diseluruh dunia Islam,
terutama dalam bidang intelektual dan material, tapi tidak demikian halnya
dalam bidang kehidupan batin atau spiritual.
Kehancuran
dan kemunduran-kemunduran yang dialami oleh umat Islam, terutama dalam bidang
kehidupan intelektual dan material ini, dan beralihnya secara drastis
pusat-pusat kebudayaan dari dunia Islam ke Eropa, menimbulkan rasa lemah dan
putus asa dikalangan kaum muslimin. Ini telah menyebabkan mereka mencari
pegangan dan sandaran hidup yang bisa mengarahkan kehidupan mereka.
Kehidupan
sufi berkembang dengan pesat. Madrasah-madrasah yangn ada dan berkembang
diwarnai dengan kegiatan-kegiatan sufi. Madrasah-madrasah yang berkembang
menjadi zawiyah-zawiyah untuk mengadakan riyadloh, merintis jalan untuk kembali
dan menyatu dengan Tuhan, di bawah bimbingan dan otoritas dari guru-guru sufi.
Berkembanglah berbagai sistem riyadhah dan jalan atau cara-cara tertentu yang
dikembangkan untuk menuntun para murid yang di kenal selanjutnya dengan istilah
tariqat.
Kedaan yang
demikian, sebagaimana dilukiskan oleh Fazlur Rahman:
Dimadraah-madrasah yang bergabung pada khalaqah-khalaqah dan zawiyah-zawiyah sufi, karya-karya sufi dimasukkan dalam kurikulum yang formal, khususnya di India dimana sejak abad ke 8 H / 14 M karya-karya Al-Suhrawardi (pendiri ordo Suhrawardiyah), Ibn Al-Arabi dan kemudian karya-karya jami’ diajarkan. Tetapi disebagian besar pusat-pusat sufi, terutama di turki, kurikulum akademis terdiri dari hampir seluruhnya berisi tentang sufi. Di Turki waktu itu terdapat beberapa tempat khusus, yang disebut Methnevikhana, dimana masnawinya Rumi merupakan satu-satunya buku yang diajarkan. Lebih jauh lagi, asi dari karya-karya tersebut yang sebagian besar dikuasai patheisme, bertentangan secara tajam dengan ajaran lembag-lembaga pendidikan ortodoks. Karena itu timbullah suatu dualisme spiritual yang tajam dan berlarut-larut antara madrasah dan khalaqah. Ciri khas dari fenomena ini adalah melimpahnya pernyataan-pernyataan sufi yang taubat setelah menemukan jalan yang benar, lalu membakar buku-buku madrasah mereka atau melemparkannya kedalam sumur.
Dimadraah-madrasah yang bergabung pada khalaqah-khalaqah dan zawiyah-zawiyah sufi, karya-karya sufi dimasukkan dalam kurikulum yang formal, khususnya di India dimana sejak abad ke 8 H / 14 M karya-karya Al-Suhrawardi (pendiri ordo Suhrawardiyah), Ibn Al-Arabi dan kemudian karya-karya jami’ diajarkan. Tetapi disebagian besar pusat-pusat sufi, terutama di turki, kurikulum akademis terdiri dari hampir seluruhnya berisi tentang sufi. Di Turki waktu itu terdapat beberapa tempat khusus, yang disebut Methnevikhana, dimana masnawinya Rumi merupakan satu-satunya buku yang diajarkan. Lebih jauh lagi, asi dari karya-karya tersebut yang sebagian besar dikuasai patheisme, bertentangan secara tajam dengan ajaran lembag-lembaga pendidikan ortodoks. Karena itu timbullah suatu dualisme spiritual yang tajam dan berlarut-larut antara madrasah dan khalaqah. Ciri khas dari fenomena ini adalah melimpahnya pernyataan-pernyataan sufi yang taubat setelah menemukan jalan yang benar, lalu membakar buku-buku madrasah mereka atau melemparkannya kedalam sumur.
Kemunduran
dan kemerosotan mutu pendidikan dan pengajaran pada masa ini, nampak jelas
dalam sangat sedikitnya materi kurikulum dan mata pelajaran pada umumnya
madrasah-madrasah yang ada. Dengan telah menyempitnya bidang-bidang ilmu
pengetahuan umum, dengan tiadanya perhatian kepada ilmu-ilmu kealaman, maka
kurikulum pada umumnya madrasah-madrasah terbatas pada ilmu-ilmu keagamaan,
ditambah dengan sedikit gramatika dan bahasa sebagai alat yang diperlukan.
Ilmu-ilmu kegamaan yang murni tinggal terdiri dari: Tafsir Al-Qur’an, Hadits,
Fiqih (termasuk Ushul Fiqih dan prinsip-prinsip hukum) dan Ilmu Klam atau
Teologi Islam. Bahkan di madrasah-madrasah tertentu ilmu kalampun dicurigai,
dan dimadrasah yang diurus oleh kaum sufi yang memang tersebar luas di
negara-negara Islam pada masa itu ditambah dengan pendidikan sufi.
Mata
pelajarannya sangat sederhana, yang ternyata dari jumlah total buku-buku yang
harus dipelajari pada suatu tingkatan (bahkan tingkat tertinggi sekalipun)
sangat sedikit. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan studipun terlalu
singkat. Akibat selanjutnya adalah kekurang mendalamnya materi pelajaran yang
mereka terima, sehingga kemerosotan dan kemunduran ilmu pengetahuan para
pelajarnyapun bisa dibayangkan. Hal tersebut disebabkan karena sistem
pangajaran pada masa itu sangat berorientasi pada buku pelajaran, dan bukan
pada pelajaran itu sendiri. Oleh karena itu yang sering terjadi pelajaran hanya
memberikan komentar-komentar atau saran-saran terhadap buku-buku pelajaran yang
dijadikan pegangan oleh guru.
E.
Masa Pembaharuan Pendidikan Islam
Setelah warisan filsafat dan ilmu
pengetahuaan Islamsiterima oleh bangsa Eropa dan umat Islam sudah tidak
memperhatikannya lagi maka secara berangsur-angsur telah membangkitkan kekuatan
di Eropa dan menimbulakn kelemahan dikalangan umat Islam. Secara berangsur
tetapi pasti. Kekuasan umat Islam ditunjukan oleh kekuasan bangsa Eropa, dan
terjadilah penjajahan di mana-mana di seluruh wilayah yang pernah di kuasai
oleh kekuasan Islam. Eksploitasi kekayaan dunia Islam oleh bangsa Eropa semakin
memperlemah kedudukan kaum muslimin dalam segala segi kehidupannya. Sebenarnya
kesadaran akan kelemahan dan ketertringgalan kaum muslimin dari bengsa Eropa
dalam berbagai bidang kehidupan, telah timbul mulai abad ke 11 H/ 17 M dengan
kekalahan yang diderita oleh kerajaan Turki Usmani dalam peperangan dengan
Negara eropa. Mereka mulai memperhatikan kemajuan yang dicapai oleh Eropa,
pertama Prancis yang merupakan pusat kemajuan Eropa pada masa itu.dan di kirim
duta-duta untuk mempelajari kemajuan Eropa, terutama dibidang militer dan
kemajuaan ilmu pengetahuan.
Dalam bidang pengembengan ilmu
pengetahuaan ilmu modern dari barat, untuk pertama kali dalam dumia Islam di
buka suatu percetakan di istambul pada tahun 1727 M. dan juga di adakan
percetakan Al-Qur’an, dan ilmu pengetahuan agama yang lainnya juga.
Penduduk Mesir oleh Napoleon
Bonaparte tahun 1798 M, adalah merupakan tonggak sejarah bagi umat Islam untuk
mendapatkan kembali kesadaran akan kelamahan mereka. Ekspedisi Napoleon
tersebut bukan hanya menunjukan akan kelamahan umat Islam. Tetapi juga sekaligus
menunjukan kebodohan mereka. Dalam ekspedisi itu Napoleon membawa sepasukan
tentara dan para ilmuan dengan seperangkat peralatan ilmiah. Untuk mengadakan
penelitian di Mesir.
Eksploitasi dan intervensi barat
lama kalamaan menyadarkan akan keterbelakangan umat Islam. Mereka sadar kuatnya
control barat terhadap mereka terhadap kemajan modern yang di miliki oleh
barat. Inilah yang menyadarkan mereka dari keterbelakangan mereka dan
kelemahannya. Sehingga timbul usaha pembaharuan dalam segala aspek kehidupan
yang di pelopori oleh penguasa, kaum bangsawan, elit, dan intelegensia.
1. Pola–pola Pembaharuan Pendidikan Islam
a.
Golongan yang berorientasi pada pola
pendidikan modern dibarat pada dasarnya mereka berpandangan bahwa sumber
kekuatan dan kesejahteraan hidup yang dialami oleh barat adalah sebagai hasil
dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang mereka capai.
Perkembangan dari ilmu pengetahuan
dan kebudayaan yang pernah berkembang didunia Islam. Atas dasar demikian, maka
untuk mengembalikan kekuatan dan kejayaan umat Islam, sumber kekuatan dan
kesejahteraan tersebut harus dikuasai kembali. Dalam hal ini, usaha pembaharuan
pendidikan Islam adalah dengan jalan mendirikan sekolah – sekolah dengan pola
sekolah barat, baik system maupun isi pendidikannya.
Di samping itu pengiriman pelajar
–pelajar kedunia barat terutama Prancis untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pembaharuan pendidikan dengan pola barat ini mulanya timbuldi Turki Usmani pada
akhir abad ke 11 H/17 M setelah mengalami kalah perang dengan berbagai Negara
Eropa timur pada masa itu. Sultan Mahmud II ( yang memerintah di Turki Usmani
1807-1839 M), adalah pelopor pembaharuan pendidikan di Turki. Usaha pembaharuan
yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II tersebut diuraikan oleh Harun sebagai
berikut: ialah perubahan dalam bidang pendidikan. Madrasah adalah merupakan
satu-satunya lembaga yang ada di kerajaan Usman.
b.
Gerakan Pembaharuan Pendidikan Islam
Yang Berorientasi. Pada sumber Islam yang murni, pola ini berpandangan bahwa
sesungguhnya Islam itu sendiri merupakan sumber bagi kemajuan dan perkembangan
peradaban dan ilmu pengaetahuan modern.
Menurut analisa mereka,diantara
sebab-sebab kelemahan umat Islam adalah karena mereka tidak menjalankan
perintah agama Islam secara semestinya. Pola pembaharuan ini telah dirintis
oleh Mahmud Bin Andul Al Wahab, kemudian dicanangkan kembali oleh Jalalludin Al
Afgani dan Muhamad Abduh (akhir abad 19 M). untuk interprestasi diperlukan
ijtihad dan kerenanya pintu ijtihad harus dibuka.
Harun Nasution dalam menjelaskan
pemikiran Muhammad Abduh dalam pembaharuan pendidikan di Mesir menyatakan
sebagai berikut.: ia juga memikirkan sekolah – sekolah pemerintah yang telah
didirikan untuk mendidik tenaga – tenaga yang perlu bagi mesir dalam lapangan
administrasi militer, kesehatan, perindustrian, pendidikan dan sebagainya.
Selain itu jumlah sekolah – sekolah pemerintah yang ada tidak sesuai dengan
kebutuhan masyarakat akan kebutuhan pendidikan oleh sebab itu, golongan
pembaharu memerlukan bergerak dibidang pendidikan.
Demi memperbaiki mutu pendidikan
Abdulah Ahmad memasukan empat orang guru berbangsa belanda disamping dua orang
Indonesia yang memiliki ijazah His pertama yang di dirikan oleh organisasi
Islam. Setahun berikutnya mendapat subsidi penuh dari Gubernur. Selain itu
Sultan Mahmud II juga mengirim siswa-siswa ke Eropa untuk memper dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi langsung dari sumber pengembangannya.
Muhammad Ali Pasya dalam rangka
memperkuat kedudukannya dan sekaligus melaksanakan pembaharuan pendidikan di
Mesir mengadakan pembaharuan dengan jalan mendirikan sekolah yang meniru system
pendidikan dan pengajaran barat dengan memasukkan ilmu pengetahuan modern ke
dalam Al-Azhar dan dengan memperkuat didikan agama di sekolah-sekolah
pemerintah, jarang yang memisah golongan ulama dari golongan ahli ilmu modern
akan dapat diperkecil.
c.
Usaha Pembaharuan Pendidikan Yang Berorientasi
Pada Nasionalisme.
Rasa nasionalisme timbul bersamaan
dengan perkembangannya pada kehidupan modern dan dimulai dari barat. Islam
menghadapi kenyataan bahwa mereka terdiri dari berbagai bangsa yang berbeda
latar belakang dan sejarah perkembangan kebudayaannya. Disamping itu, adanya
keyakinan dikalangan pemikir pembaharuan dikalangan umat Islam, bahwa pada
hakekatnya ajaran Islam bisa diterapkan dan sesuai dengan segala zaman dan
tempat.
2. Tokoh dan Sasaran Pembaharuan Pendidikan Islam
Tokoh pembaharuan pendidikan Islam
bercorak modernis. Sejalan dengan pembahruan pendidikan Islam penuh dilakukan
pada 3 wilayah kerajaan besar yaitu kerajaan Usmani, Mesir, India.
a)
Wilayah Turki
Pembaharuan pendidikan didunia Islam
dimulai dikerajaan Turki Usmani. Faktor yang melatar belakangi gerakan
pembaharuan bermula dari kekalahan-kekalahan kerajaan Usmani dalam peperangan
dengan Eropa.
Adapun tokoh yang mencoba melakukan
upaya tersebut ialah :
·
Sultan Ahmad III. Adanya kekalahan
yang dialami kerajaan Turki Usmani menyebabkan Sultan Ahmad III prihatin dan
melakukan intropeksi, dengan melakukan pengiriman duta ke Eropa untuk mengamati
perkembangan barat. Dengan mendirikan sekolah teknik militer, mendirikan
percetakan untuk mempermudah Access buku pengetahuan. Upaya ini dilakukan
sampai beliau wafat dan kemudian digantikan oleh Sultan Mahmud II.
·
Sultan Mahmud II. Sultan Mahmud II
merupakan kelanjutan dari Sultan Ahmad III. Pembaharuan yang dilakukan dengan
memperbaiki system pendidikan madrasah dengan memasukkan ilmu pengetahuan umum.
Kemudian mendirikan model disekolah barat.
b)
Wilayah Mesir
Tokoh yang melakukan upaya
pembaharuan khususnya pendidikan adalah Muhammad Ali Pasya dan Muhammad Abduh.
·
M. Ali Pasya. Ia mendirikan
kementrian pendidikan dan lembaga pendidikan, membuka sekolah teknik ,
kedokteran, pertambangan, mengirin siswa untuk belajar kenegri barat. Gerakan
pembaharuan memperkenalkan ilmu pengetahuan dan teknologi barat kepada umat
Islam.
·
M. Abduh. Melakukan pembaharuan
pendidikan di Al-Azhar dengan memasukkan ilmu modern. Mendirikan komite
perbaikan administrasi Al-Azhar tahun 1895, melaksanakan pembaharuan
administratif yang bermanfaat.
c)
Wilayah India
Pembaharuan pendidikan Islam di
India bertujuan menghilangkan diskriminasi pendidikan Islam tradisionalis
dengan pendidikan sekuler.
Adapun yang menjadi tokoh
pembaharuan di India
·
Sayyid Akhmad Khan (1817 – 1898 M).
Ia berpendapat bahwa peninggkatan kedudukan umat Islam di India dapat
diwujudkan dengan bekerjasama dengan Inggris. Kemudian mendirikan lembaga
pendidikan, sekolah Inggris mudarabbah 1864. kemudian mendirkan pula Scientific
Society, mendirikan lembaga pendidikan yang didalamnya ilmu pengetahuan umum.
Itulah beberapa orang tokoh pembaharuan yang banyak mengadopsi tata cara dan
pengetahuan yang datang dari barat.
3. Dualisme Sistem Pendidikan Islam
Sebagai
akibat dari usaha pembaharuan pendidikan Islam dalam rangaka untuk mengjar
kekurangan dan ketinggalan dari dunia barat dalam segala aspek kehidupan, maka
terdapat kecendruangan adanya dualisme dalam sisten pendidikan Islam. Usaha
pendidikan modern yang berorientasi pada tiga pola pemikiraan (Islam murni,
barat, dan nasionalisme) yang mengambil pola system pendidikan barat dengan
menyesuaikan Islam dan kepentingan nasional.
Sistem
pendidikan modern, dilaksnakan pemerintah untuk memenuhi tenaga ahli untuk
kepentingan pemerintah dengan menggunakan kurikulum dan mengembangkan ilmu
pengetahuan modern. Sedangkan sisten pendidikan tradisional, tetep
mempertahankan kurikulum tradisional yang hanya memberikan pemdidikan dan
pengarahan keagamaan pada madrasah dan pondok pesantren. Dualisme dan pola
pendidikan ini yang mewarnai pendidikan Islam di Negara Islam di zaman modern.
Usaha
pendidikan untuk memadukan antara kedua sistem itu telah diadakan dengan jalan
memasukkan kurikulum ilmu pengetahuan modern kedalam system pendidikan
tradisonal yang berangsur-angsur mengarah kesistem pendidikan modern.
BAGIAN KETIGA
PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
A.
Pertumbuhan dan Perkembangan
Pendidikan Islam di Indonesia
1.
Akselerasi
Perkembangan Islam Pada Umumnya
Akselerasi dan dinamika penyebaran
Islam tersebut di sebabkan adanya faktor-faktor khusus yang dimiliki oleh Islam
bpada periode permulaanya.faktor-faktor posotif itu antara lain ialah : Faktor
ajaran Islam itu sendiri. Ajaran Islam, baik pada bidang akidah, syariahdan
akhlaknya mudah di mengerti oleh semua lapisan masyarakat, dapat di amalkan
secara luwes dan ringan, selalau memberikan ja;lan keluar dari pada kesulitan.
2. Masuk Islam dan berkembangnya
Ada dua faktor utama yang
menyebabkan indonesia mudah di kenal oelh bangsa-bangsa lain. Khususnya oleh
bangsa-bangsa timur tengah dan timur jauh sejak dahulu kala, yaitu:
a.
Faktor letak geografis yang
strtregis, indonesia terletak di persimpangan jalan raya internasional dari
jurusan timur tengah menuju tiongkok,melalui lautan dan jalan menuju benua
amerika dan austeralia.
b.
Faktor kesuburan tanahnya yang
menghasilkan bahan-bahan keperluan hidup yang di butuhkan oleh bangsa-bangsa
lain. Misalnya : rempah-rempah.
B.
Organisasi dan Lembaga
pendidikan Islam
1. Organisasi Islam dan Pendidikan Islam di Indonesia
Para
pemimpin pergerakan nasional dengan kesadaran penuh ingin mengubah
keterbelakangan rakyat Indonesia. Mereka insaf
bahwa penyelenggaraan pendidikan yang bersifat nasional harus segera dimasukkan
ke dalam agenda perjuangannya. Maka lahirlah sekolah sekolah sertikelir
(swasta) atas usaha para perintis kemerdekaan sekolah-sekolah itu semula
memiliki dua corak, yaitu :
a)
Sesuai dengan haluan politik,
seperti :
·
Taman siswa, yang mula-mula
didirikan di Yogyakarta
·
Sekolah serikat Rakyat di Semarang,
yang berhaluan komunis
·
Ksatrian Institut, yang didirikan
oleh Drs. Douwes Dekkerr (Dr. Setiabudi) di Bandung
·
Perguruan Rakyat, di Jakarta dan
Bandung.
b)
Sesuai dengan runtutan/ajaran agama
Islam yaitu :
·
Sekolah-sekolah Serikat Islam
·
Sekolah-sekolah Muhammadiyah
·
Sumater tawalib di Padang Panjang
·
Sekolah-sekolah Nahdlatul Wathan
·
Sekolah-sekolah Persatuan Umat Islam
(PUI)
·
Sekolah-sekolah Al-Jami’atul
Wasliyah
·
Sekolah-sekolah Al-Irsyad
·
Sekolah-sekolah Normal Islam
·
Dan masih banyak sekolah-sekolah
lain yang didirikan oleh organisasi Islam maupun oleh perorangan diberbagai
kawasan kepulauan Indonesia baikdalam bentuk pondok pesantren maupun Madrasah.
2. Jenis-jenis lembaga Pendidikan Islam di Indonesia
a.
Lembaga Pendidikan Islam sebelum
kemerdekaan Indonesia
Pendidikan Islam mulai damai dan
berkembang pada awal abad ke-20 Masehi dengan berdirinya madrasah Islamiyah
yang bersifat formal. Madrasah-madrasah yang bermunculan di Sumateri antara
lain :Madrasah Adabiyah di Padang Sumatra Barat yang didirikan oleh Syeikh
Abdullah Ahmad pada tahun 1909 M. Madrasaha ini berubah menjadi HIS Adabiyah
pada tahun 1915 M. Pada tahun 1910 M didirikan Madrs School di daerah Batu
Sangkar Sumatera Barat oleh Sykh M. Taib Umar Pada tahun 1918 M Mahmud
Yunus mendirikan Diniyah School sebagai lanjutan Madrasah School.
Adapun pondok pesantren (surau) yang
pertama kali membuka madrasah formal ialah Tawalib di Padang Panjang pada tahun
1921 M di bawah pimpinan Syekh Abd. Karim Amrullah ayah Hamka. Selain daripada
madrasah, juga majalah, juga majalah Islamiyah mulai diterbitkan sebagai sarana
pendidikan Islam untuk masyarakat, Madrasah Juharaian oleh H. Abd. Majid pada
tahun 1922 M.
Di sumatra Timur didirikan pesantren
Syekh Hasan Maksum pada tahun 1916 M. Madrasah Maslurah di Tanjungpura pada
tahun 1912 Madrasah Aziziyah pada tahun 1918 M. Di Panula berdiri pesantren dan
Madrasah Mustafawiyah di Purbabaru pada tahun 1913 M oleh Syekh Mustafa Husain
keluaran Makkah. Di Sumatra Selatan berdiri Madrasah Al-Qur’aniyah pada tahun
1920 di Palembang oleh K.H. Moch. Yunus, Madrasah Ahliah Diniyah Oleh.
K.Masagus. H.NanangMisri pada tahun 1920, Madrasah Nurul Falah oleh K.H. Abu
Bakart Bastari pada tahun 1934 M dan Madrasah Darul Funun oleh K.H. Ibrahim
pada tahun 1938 M.
b.
Lembaga Pendidikan Islam sesudah
Indonesia Merdeka
Setelah Indonesia merdeka dan
mempunyai Departemen Agama, maka secara instantional Departemen Agama diserahi
kewajiban dan bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan pendidikan
agama dalam lembaga-lembaga tersebut. Lembaga pendidikan agama Islam ada yang
berstatus negeri dan ada yang berstatus swasta.
Yang berstatus negeri misalnya
seperti :
1.
Madrasah Ibtidaiyah Negeri (Tingkat
Dasar)
2.
Madrasah Tsawiyah Negeri (Tingkat
Menengah Pertama)
3.
Madrasah Aliyah Negeri (tingkat
Menengah Atas). Dahulunya berupa Sekolah Guru dan Hakim Agama (SGHA) dan
Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN)
4.
Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri
(PTAIN) yang kemudian berubah menjadi IAIN (Institut Agama Islam Negeri)
C.
Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam Di
Indonesia
Adapun beberapa tokoh pendidikan
Islam di Indonesia:
1. Kyai Haji Ahmad Dahlan (1869 – 1923)
K.H Ahmad
Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 M dengan nama kecilnya Muhammad
Darwis, putra dari KH.Abubakar Bin Kyai Sulaiman, Khatib di masjid besar
(jami’) Kesulitan Yogyakarta, Ibunya adalah puteri Haji Ibrahim seorang
penghulu.
2. Kyai Haji Hasyim Asy’ari (1871-1947)
K.H. Hasyim
asy’ari dilahirkan pada tanggal 14 Februari tahun 1981 M di Jombang Jawa Timur,
mula-mulai ia belajar agama Islam pada ayahnya sendiri Kyai Asy’ari Kemudian ia
belajar ke pondok pesantren Purbalinggo. Kemudian pindah lagi ke Plangitan, Semarang,
Madura, dan lain-lain.
Maka di
bawah pimpinan KH. Ilyas dimasukkan pengetahuan umum ke dalam Madrasah
Salafiyah, yaitu:
a.
Membaca dan menulis huruf latin
b.
Mempelajari bahasa Indonesia
c.
Mempelajari ilmu bumi dan sejarah
Indonesia
d.
Mempelajari ilmu berhitung
Semuanya itu
diajarkan dengan memakai buku-buku huruf latin.
3.
KH Abdul Halim (1887 – 1962)
KH. Abdul
Halim lahir di Ciberelang, Majalengka pada tahun 1887 M. Dia adalah pelopor
gerakan pembaharuan di daerah Majalenga, Jawa Barat, yang kemudian berkembnag
menjadi persyerikatan Ulama, dimulai pada tahun 1911, yang kemudian berubah
menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) pada tanggal 5 April 1952 M/9 Rajab 1371H.
D.
Sistem dan Isi Pendidikan Islam
Membicarakan sistem dan isi
pendidikan Islam tidak bisa melepaskan diri dari perjalanan sejarah
perkembangan Islam di Indonesia itu sendiri. Seperti yang sudah diuraikan pada
sub-sub bab di atas bahwa penyiaran agama Islam di Indonesia sudah mulai sejak
abad ke tujuh, yaiut pada zaman khalifah Utsman dan berkembang dengan
berakhirnya perang salib yang menyebabkan kemunduran Dunia Islam. Oleh karena
itu tersiarnya agama Islam di Indonesia diwarnai oleh dua kondisi yakni:
1. Akibat-akibat
kemunduran dunia Islam dengan jatuhnya Andalusia.
2.
Kondisi peradaban yang telah ada di
Indonesia lebih dahulu yaitu peradaban Budha dan Hindu.
Kedua
kondisi tersebut berhasil mengatasi kelemahan-kelemahannya, telah datang pula
musuh-musuh Islam dalam perang salib di Eropa yaitu Portugis, Inggris, Spanyol
kemudian belanda yang berhasil menjadikan Indonesia sebagai jajahan selama
kurang lebih 350 tahun lamanya. Dampak dari perjalanan sejarah seperti tersebut
diatas kendati bangsa Indonesia telah berhasil merebut dan memproklamasikan
kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. ternyata dampak tersebut masih
terasa sampai sekarang ini.
1.
Sistem
Pendidikan Islam di Indonesia
Adapun Faktor-faktor mengapa agama
Islam dapat tersebar dengan cepat diseluruh Indonesia, pada waktu itu adalah :
a.
Agama Islam tidak sempit dan tidak
berat melakukan aturan-aturannya, bahkan mudah diturut oleh segala golongan
ummat manusia, bahkan untuk masuk Islam cukup dengan mengucapkan dua kalimat
syahadat.
b.
Sedikit tugas dan kewajiban dalam
Islam.
c.
Penyiaran Islam itu dilakukan dengan
berangsur-angsur, sedikit demi sedikit.
d.
Penyiaran Islam dilakukan dengan
cara kebijaksanaan dan cara yang baik-baiknya.
e.
Penyiaran Islam itu dilakukan dengan
cara perkataan yang mudah di pahami umum, dapat dimengerti oleh golongan bawah
sampai ke golongan atas dengan sabda nabi Muhammad SAW yang maksudnya :
berbicaralah kamu dengan manusia menurut kadar akal mereka.
Sistem
pendidikan Islam mengalami perubahan sejalan dengan perubahannya zaman dan
pergeseran kekuasaan di Indonesia. Jadi keinginan untuk membenahi,
memperbaharui dan menyempurnakan sistem pendidikan Islam ini oleh dua hal :
·
Semakin banyaknya kaum muslimin yang
bisa menunaikan ibadah haji ke Makah dan belajar agama disana, maka setelah
pulang kembali ketanah air Indonesia timbulah keinginan untuk mempraktekan
cara-cara penyelenggaraan pendidikan pengajaran Islam seperti di Makah, yang
pada waktu itu Islam mulai bangkit kembali yang diplopori oleh syekh Moch
Abdul, Syekh Moch Rasyid Rida dan lain-lain.
·
Pengaruh sistem pendidikan Barat
yang mempunyai program yang lebih terkordinir dan sistematis yang ternyata
telah berhasil mencetak manusia terampil dan terdidik yang semakin jauh dari
ajaran Islam.
2. Isi Pendidikan Islam di Indonesia
Pada awal
penyiaran agama Islam di Indonesia, maka para pengajur agama Islam menghendaki
agar masyarakat, yang pada waktu itu masyarakat sudah menganut Hindu dan Budha,
mau menerima agama Islam dan mau melakukan ajaran-ajaran Islam, atau mau
memeluk agama Islam, oleh karena itu isi pendidikan Islam adalah pokok-pokok
aqidah agama Islam dan ajaran-ajaran Islam yang mudah dipahami dan dilaksanakan.
Adapun Isi
pendidikan dan pengajaran agama Islam pada tingkat permulaan ini meliputi :
a.
Belajar membaca Al-Qur`an
b.
Pelajaran dan Praktek shalat
c.
Pelajaran ketuhanan (teologis) atau
ketauhidan yang pada garis besarnya berpusat pada sifat dua puluh.
Maka isi
pendidikan dan pengajaran agama Islam sampai timbul sistem madrasah, baik yang
diajarkan di surau-surau, langgar, masjid maupun Pondok pesantren, adalah
sebagai berikut:
a.
Pengajian Al-Qur`an, pelajarannya :
1.
Huruf hijaiyah dan membaca Al-Qur`an
2.
Ibadat (peraktek dan perukunan)
3.
Keimanan (Sifat Dua Puluh)
4.
Akhlak
b.
Pengajian Kitab, Pelajarannya :
1.
Ilmu Shorof
2.
Ilmu Nahwu
3.
Ilmu Fiqh
4.
Ilmu Tafsir
5.
Ilmu Tauhid
6.
Ilmu Tafsir
7.
Ilmu Hadist
8.
Dan Ilmu-ilmu yang lainnya.
Adapun
pelajaran yang lain sama dengan mata pelajaran disurau, hanya kitab yang
digunakan tidak sama tapi pada intinya adalah sama, jadi berbeda cara namun
tujuannya sama.
E.
Pendidikan Islam dan Pendidikan
Nasional Indonesia
Antara pendidikan islam dan
pendidikan nasional Indonesia tak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. hal
ini dapat ditelusuri dari dua segi, pertama dari konsep penyusunan system
pendidikan nasional Indonesia itu sendiri, dan yang ke dua dari hakekat pendidikan
Islam dalam kehidupan beragama kaum muslimin di Indonesia.
Penyusunan suatu system pendidikan
nasional harus mementingkan masalah-masalah eksistensi umat manusia pada
umumnya dan eksistensi bangsa Indonesia pada khususnya dalam hubunganya dengan
masa lampau, masa kini dan kemungkinan-kemungkinan perkembangan masa depan.
Eksistensi bangsa Indonesia terwujud
dengan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. dimana Indonesia
sebagai negara yang merdeka, bersatu dan yang berdaulat penuh. Indonesia
sebagai negara yang merdeka telah dengan tegas menyatakan kepribadianya. tujuan
dan pandangan hidupnya sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Bangsa Indonesia telah bertekad bulat untuk membangun dan mengembangkan bangsa
dengan pancasila sebagai landasan ideology dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
landasan konstitusinya.
Pancasila sebagai landasan ideologis
dalam pembangunan bangsa mengandung arti bahwa setiap usaha pembangunan dan
pengembangan bangsa Indonesia harus selalu menjaga keselarasan, keseimbangan
dan keserasian dalam hidup manusia Indonesia sebagai pribadi, dalam hubungan
manusia dengan tuhanya, dalam hubungan manusia dengan masyarakat, dalam
hubungan manusia dengan alam, dan dalam hubungan bangsa dengan bangsa-bangsa
lain dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.Untuk itu maka,
bangsa Indonesia harus dapat menghayati cita-cita dan dasar hidup kebangsaanya
secara terus menerus.dapat mengamalkan dan mewujudkan cita-cita dan dasar hidup
tersebut secara nyata, dan melestarikanya dengan mewariskan nilai-nilai moral
ideologya, tata nilai budaya, nilai-nilai moral keagamaan yang menjadi sumber
aspirasi yang tak ternilai harganya dalam pembangunan bangsa dan tanah air.
Oleh karena itulah, maka pengembangan bangsa merupakan kriteria dasar dalam
membangun satu system pendidikan nasional dengan mewujudkan keselarasan,
keseimbangan dan keserasian antara pengembangan kuantitatif dan pengembangan
kualitatif serta antara aspek lahiriah dan aspek rohaniah.
Dilihat dari segi hakekat pendidikan
agama islam, ternyata kegiatan mendidik memang merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari kehidupan agam Islam baik dalam keluarga, masyarakat,
lebih-lebih di pusat-pusat peribadatan seperti:langgar, surau atau masjid yang
dikelola oleh seorang petugas yang sekaligus sebagai guru agama.
Di langgar atau di surau itu
pendidikan terutama ditekankan pada pelajaran agama yang bersifat elementer
berupa pengajian Al-Qur’an. Murid-murid diajak baik secara individual (sorogan)
maupun secara semi klasikal (bandongan). Pada tingkat yang lebih tinggi
pengajar adalah seorang kiai, sedangkan system penyampaianya tidak hanya
sorogan dan bandongan, tetapi juga masal.
Sejarah mencatat, bahwa dengan
system pendidikan islam seperti yang tersebut diatas, ditambah dengan
usaha-usaha penyiaran agama di masyarakat, hasilnya sangat memuaskan dan bahkan
menakjubkan. Agam Islam dapat tersebar ke seluruh pelosok tanah air Indonesia.
Di dorong oleh kebutuhan akan
pendidikan yang makin meningkat, maka timbullah lembaga-lembaga pendidikan
keagamaan yang berupa madrasah dan pondok pesantren. Dalam perkembangan
selanjutnya, tumbuh pula lembaga pendidikan umum yang berdasarkan keagamaan,
dimana di samping di berikan mata pelajaran agama juga diajarkan pengetahuan
umum dan kejuruan.
Dengan adanya gerakan pembaharuan
Islam dan dengan datangnya system pendidikan Barat yang program belajar
mengajarnya lebih terkoordinir dan lebih sistematis, meskipun dengan tujuan
yang sangat menguntungkan system pendidikan namun memberi pengaruh pula pada
keharusan memperbaharui system pendidikan Islam pada madrasah, pondok pesantren
dan lembaga-lembaga pendidikan yang berdasar keagamaan, kearah system yang
lebih sempurna.
Sejak Belanda menerapkan politik
etis, maka disamping lembaga-lembaga pendidikan islam, madrasah, pondok
pesantren dan lembaga pendidikan yang berdasarkan keagamaan, maka mulai muncul
lembaga pendidikan yang menyelenggarakan sekolah-sekolah nasional swasta dengan
menggunakan system sekolah Barat yang berorientasi demi kepentingan nasional
dan semangat kebangsaan.
Demikianlah lembaga-lembaga
pendidikan itu tetap tumbuh dan berkembang mendidik dan mendasarkan anak-anak
sebagai generasi muda Indonesia.yang mayoritas beragama Islam menjadi
manusia-manusia Indonesia yang beragama, bersatu dan berjiwa kebangsaan. Pada
waktu kita memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, kita
telah mempunyai lembaga-lembaga pendidikan pondok pesantren madrasah yang
tersebar luas di seluruh Indonesia. sekolah umum yang berdasarkan keagamaan dan
sekolah swasta yang lain yang berdasarkan kebangsaan. Lembaga-lembaga
pendidikan semacam inilah yang nantinya menjadi modal dasar dan modal pokok
dari pendidikan nasional yang akan disusun bangsa Indonesia yang sudah merdeka,
bersatu dan berdaulat penuh.
Dari uraian diatas jelas bahwa
lembaga-lembaga pendidikan khususnya lembaga-lembaga pendidikan Islam merupakan
modal dasar dalam menyusun pendidikan nasional Indonesia. Bangsa Indonesia yang
mayoritas penduduknya beragama Islam,maka pendidikan yang dilaksanakan oleh
umat Islam di Indonesia berarti pula menjadi milik umat Islam
Indonesia.Demikain pula upaya pendidikan nasionalpun pada hakekatnya adalah
juga merupakan milik umat Islam Indonesia.Dan dengan demikian pendidikan Islam
di Indonesia adalah merupakan pendidikan nasional,paling tidak harus merupakan
satu kesatuan dalam kerangka pendidikan nasional. Apa yang dikemukakan
diatas,telah dengan tegas dinyatakan oleh Komisi Pembaharuan Pendidikan
Nasional bahwa pendidikan agama dilaksanakan dalam system pendidikan nasional.
Dari sejak awal Indonesia
merdeka,pemerintah telah menempatkan agama sebagai pondasi dalam membangun
bangsa dan negara. Hal ini dapat kita baca dalam Undang-Undang dasar 1945.Dalam
pembukaan UUD 1945 alinea ketiga dinyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah
semata-mata atas berkat dan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa.dan pada alinea ke
empat dinyatakan bahwa Pancasila menjadi dasar Negara.
Kemudian dalam pasal 29 UUD 1945
ayat 1 dan 2 dinyatakan :
·
Ayat 1 : Negara berdasarkan atas
ketuhanan yang Maha Esa.
·
Ayat 2 : Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut
agamanya dan kepercayaanya itu.
Selanjutnya
eksistensi pendidikan agama sebagai komponen pendidikan nasional juga telah dituangkan
dalam Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran No. 4 Tahun 1950,yang
sampai sekarang masih berlaku,dimana dinyatakan bahwa belajar disekolah sekolah
agama yang telah mendapat pengakuan dari menteri Agama dianggap telah memenuhi
kewajiban belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar